Senin, 14 Juli 2014

cerpen : Di Akhir Kita

 Sore yang sesak di sudut kota. Waktu berjalan lambat seolah engan berganti. Aku pun tak ingin perduli lagi dengan waktu. Tak perduli lagi ia akan berjalan cepat atau justru diam di tempat. Tapi kenapa ia tidak kembali saja? Ah ya benar, tiba-tiba aku sekali mengembalikan waktu. kembali seperti 7 bulan silam.

Aldi, namanya masih saja terngiang di kepalaku. seperti nyanyian lebah pengumpul madu. Seseorang yang amat ku cintai sampai detik ini. Sebuah harapan masa depan yang menguak bagai asap. Teringat ketika dua hari yang lalu aku duduk di tepian ranjangnya. Memandang seluruh ruangan dengan rindu. Letaknya masih seperti ini. Masih dengan tempat tidur usang yang nyaman. Masih berantakan dan tidak karu-karuan. Sekilas kadang ia tetap seperti Aldiku. Walau jauh dalam hati kecilku selalu berkata ; ia bukan Aldi. ia hanya makhluk jahat yang menggunakan raga Aldi. Tepat seperti film Incidious yang ku lihat setahun silam. walau pastinya itu tak mungkin.

"Kalau mau ambil minum, ambil sendiri ya Clara." Ucap ibu Aldi kepadaku. aku menghampirinya ke dapur. tersaji masakan khas orang padang. Selalu dengan sambal, kaya bumbu dan pedas. 
"Aldi selalu bilang masakan ibunya yang paling enak." ujarku. ibunya tertawa tersipu.
"Aldi memang selalu membawa bekal kalau bekerja." jawab ibu Aldi. ya aku ingat, Aldi selalu seperti itu. persis seperti yang ku ingat. bahkan kami sempat berkhayal bersama, makanan apa yang akan ku masak jika aku menjadi istrinya nanti. aku tersenyum. ada seperti sayatan kecil di dalam dada. rasanya lebih perih dari luka yang di garami.
lalu aku kembali bercengkrama dengan ibunya. kami tak pernah sedekat ini. sungguh ku rasakan kasih sayang yang besar. karena sebelumnya Aldi tak pernah membiarkan aku sedekat ini dengan keluarganya. entah kenapa. ah ibu, aku ingin sekali bersandar di bahumu dan menceritakan semua keresahan ini. Aldi selalu bercerita tentang kenyamanan di sana.

hingga tak lama kulihat aldi keluar dari kamar mandi.Dan aku mengikutinya kembali ke kamar, duduk di tempat yang sama. tempat dimana ketika Aldi memintaku menjadi kekasihnya dulu, dan aku menjawab 'YA'. padahal sesungguhnya saat itu aku ragu. tapi aldi adalah lelaki baik yang tulus. ia mencntaiku melebihi apapun dan aku percaya.

15 menit Aldi tak mengatakan apa-apa. hanya sibuk menyiapkan peralatan kerjanya. sedangkan aku sengaja tak berniat membantu apa-apa. aku hanya ingin menatapnya saja. menikmati semuanya dari jarak sedekat ini. ah selimut itu. aku memperhatikan selimut warna biru yang lembut. hadiah dariku satu bulan yang lalu. selimut bergambar club sepak bola favorit kami. aku meraihnya. melipatnya dengan rapih dan meletakannya di sudut ranjang. tiba-tiba saja tanpa sengajak aku menemukan sebotol parfum pria miliknya, eclath. aku hapal betul, aroma yang selalu kurindukan setiap kali aldi tak berada di sampingku.bahkan ketika aku sakit, aldi pernah dengan sengaja meninggalkan jaket kesayangannya yang sudah di baui eclath. hanya agar aku selalu merasa aldi ada di sisiku setiapkali tidurku mulai tak nyenyak. dan ia berhasil. aroma eclath selalu membuatku merasa tenang. seolah aldi slalu disisiku dan memelukku dengan nyaman.

aku menangis membayangkan itu. membayangkan semua hal yang pernah kami miliki kini akan hilang. bagaimana jika semua itu akan menjadi milik orang lain? bagaimana jika aldiku akan menggenggam tangan yang bukan tanganku? akan memeluk tubuh yang bukan tubuhku? akan mengecup kening yang bukan keningku ? mencintai orang lain dengan begitu besar seperti cintanya padaku? rasanya airmata ini tak juga mau berhenti keluar. padahal aku sudah menahannya sekuat hati.

hingga akhirnya tak lama aku mendengar pintu kamar mandi terbuka. sesegera mungkin aku mengesap air mataku sampai tak lagi terlihat bekasnya. aku tak ingin ia melihatku lemah. ia tak boleh melihatku meratapi kepergiannya. aku baik-baik saja. seperti yang ia bilang, kita akan menjadi teman yang baik.

dan benar saja aku melihat aldi keluar kamar mandi dengan tergesa-gesa. tanpa melihat ke arahku, ia langsung meraih kemeja kerjanya. mengenakan kemeja tersebut di luar kaos oblong putih yang sudah ia kenakan dari tadi. aku kembali menatapnya tanpa berhenti. menatap tubuhnya yang tegap, besar dan selalu melindungi. ah sayang.. kumohon katakan sesuatu agar ini tak berakhir.
"Jangan tatap aku kaya gitu, Cla." Ucap aldi membuyarkan lamunanku. spontan aku langsung tertunduk malu.
"maaf.'" Kataku.
setelah itu tak ada suara. aldi hanya menatapku sesekali. akupun begitu. hingga akhirnya mata kami saling bertemu pandang. dan ku rasakan aldi seperti melihat sesuatu yang tak seharusnya ia lihat. sesuatu yang sudah ku coba sembnyikan dengan rapih, tapi gagal. kemudian aldi menghampiriku.

"Sudah jangan nangis lagi Cla, please.." Ucapnya berbisik di telingaku. untuk kali ini aku tak perduli lagi akan terlihat lemah. semua yang ku simpan berhari-hari, berminggu-minggu kini tumpah. kini pecah.
aldi memelukku semakin erat. aku terisak sejadi-jadinya. terasa begitu sesak. begitu menyayat.
"Maaf aku ngga bisa setegar kamu. maaf sayang." Ucapku di sela sesak. "Aku masih sayang sama kamu. bahkan aku terlalu sayang." lanjutku lagi. tubuhku semakin terguncang. di iringi dengan air mata yang semakin deras mengalir.
"Habis mau gimana lagi? kita udah ngga berjodoh Clara." tangannya yang dingin memegang pipiku lembut. matanya tajam menatapku. begitu sakit, kulihat ada ragu yang berkecamuk dengan sebuah keyakinan untuk meninggalkannku di matanya.
sudah tak ada yang bisa ku bantah. aldi adalah orang paling keras kepala yang ku kenal.

untuk yang terakhir, aku kembali memeluknya. se erat mungkin. menangis sepuasnya. karena aku akan merindukan ini. suasana ini. aroma ini. kenyamanan ini. tangan besar yang selalu mengeusap kepalaku dengan lembut. menjagaku kemanapun aku pergi. kini tak akan ada lagi. takkan pernah lagi...