Minggu, 18 Juni 2017

Permintaan Ketiga

Tak ada bintang malam ini. Hanya remang-remang cahaya bulan tertutup awan. Begitulah gambaran Kief. Hatinya sudah sepi seperti itu, bertahun-tahun. Sejak ayahnya memilih untuk pergi bersama wanita lain. Meskipun ibunya bersikeras membawanya ke Kanada, tempat Kief lahir. Tapi ia justru lebih memilih tinggal disini. Di Indonesia bersama nenek dari ayahnya.
Ia tentu takkan semarah sekarang. Jika saja tiga tahun lalu ia tak mengenal Lucas. Anak sambung dari ibu tirinya. Istri baru dari ayah kandungnya. Lalu pelan-pelan Lucas mulai mengambil semuanya. Gelar MPV yang sudah dua tahun ia pertahankan, kedudukannya sebagai kapten Prima Garuda Muda, kebahagian keluarga kecilnya. Jadi baginya adil jika kemudian ia berusaha merebut cinta yang yang Lucas punya.
Kief kenal betul Lucas. Daripada disebut Ketus ataupun sombong. Lucas lebih tepat dengan sebutan pengecut. Ia pintar menyembunyikan rasa kagumnya pada wanita. Tapi tidak sepintar mengutarakannya. Kief mencium itu.
Serena ialah yang pertama. Kief tidak tahu apa yang membuat rivalnya itu mengagumi Serena. Tak ada yang tahu memang perihal cerita Lucas dan Serena. Padahal gadis itu begitu cantik. Mengingatkan Kief pada Kim Taeyoon, personel SNSD. Tapi tak ada hati baginya untuk Serena. Bahkan gadis itu menangis ketika Kief justru meninggalkannya untuk Arleta. Seolah karma berlaku begitu cepat. Arletta justru memanfaatkannya untuk sebuah ketenaran.
Selanjutnya adalah Terra. Tak jauh berbeda dengan Serena, Terra juga cantik. Ditambah lagi suaranya sangat indah. Terra sedang berada di puncak karir. Wajar jika kemudian Lucas menyukainya. Namun sebuah keberuntungan jika pada akhirnya Terra justru jatuh cinta pada Kief. Persaingan itu begitu kental. Namun sunyi dari jangkauan publik. Kief dan Lucas tentu tak ingin jika pada akhirnya publik tau kenapa persetuan mereka begitu membara bagai sekam tersulut api.
Dan kini Keinarra. Kief ingin tersenyum menyebut nama itu. Keina berbeda dari dua gadis sebelumnya. Bahkan Kief lebih berharap jika Keina tidak menyukai Lucas ataupun sebaliknya. Keina tak ada hubungannya dengan Lucas ataupun semua dendamnya.
Baru kali ini setelah bertahun-tahun hatinya sepi. Baginya Keina adalah percikan hangat di padang salju. Ia tak ingin melepaskan gadis itu. Ada seperti rasa terbiasa saat pertama kali berjumpa. Seolah ayunan kata meluncur begitu mudahnya. Dan Jepang, kata-kata permohonan Keina pada sebilah papan di Fushimi Innari, juga perkataan ibu tua mengenai sepasang maple, Kief tau itu bukan sekedar serendipiti belaka. Tapi kenyataan justru melibatkannya pada Lucas sekali lagi.

***

Keina berlari tergesa-gesa. Dari jauh Lucas menatapnya seolah ingin membunuh. Ia tak lagi memperdulikan rambutnya yang berantakan terhempa angin. Atau bahkan ibu jari kakinya yang sakit setelah terantuk batu tadi.
"Kau mau kabur ya?" Sergah Lucas. Keina berusaha mengatur napas.
"Maafh akuh therlambathh .." jawabnya terengah-engah.
"Aku benci menunggu. Ayo cepat kita bergegas. Kau masih punya tugas untuk menghiburku seharian. Bukan justru membuatku merasa kesal seperti ini." gumam Lucas. Keina berfikir kenapa ia begitu sial bisa menyukai gunung es sedingin Lucas.
Siapa yang menyangka, jika selebihnya ternyata dirinya lebih banyak tertawa hari ini.
"Kau lihat bola-bola itu? Aku bisa menjatuhkan semuanya tanpa satupun tersisa." Ucap Lucas pamer. Keina mencibir tak percaya.
"Paling hanya 2 dari 10 bola." Katanya.
"Hey kau meremehkan ku. Mau bertaruh?Jika aku tidak bisa menjatuhkan semua bola, aku akan memberimu satu permintaan. Namun jika aku bisa menjatuhkan semuanya, kau harus mentraktirku nonton."
"Deal." Keina menyambut antusias.
Tak berapa lama 7 bola telah jatuh dengan sempurna. Bola kedelapan, Keina menggoda Lucas dengan leluconnya dan nyaris saja meleset namun tetap jatuh.
"Hey, kau curang." Sergah Lucas. Keina tertawa terbahak-bahak.
Lucas bersiap melempar bola kesembilan. Suara tawa Keina yang renyah membuatnya bersemangat. Dan bola kesembilan pun jatuh dengan mudahnya. Akhirnya tibalah pada bola terakhir. Lucas bersiap untuk melempar. Tiba-tiba terlintas ucapan Kief yang bersikeras takkan membiarkan Keina menjadi miliknya. Bola kesepuluh melesat jauh. Seketika kata-kata Kief terasa begitu menakutkan dalam benaknya.
"Yeeeey gagal." Keina meloncat kegirangan. Lucas tersadar dari lamunanya. Ia tersenyum melihat Keinarra yang bahagia. Entah kenapa, ia ingin sekali terus meihat Kei bahagia seperti itu.
"Huft, ternyata aku begitu sombong." Ucap Lucas.
"Memang." Balas Keina. Ia tak tahu, ucapan Lucas bukan untuk bola-bola itu. Tapi untuk sebuah gunung es yang sesaat mencair dalam hati Lucas.
"Baiklah. Mari kutraktir es krim." Lucas menarik tangan Keina. Menggenggamnya erat. Hari itu begitu indah. Kadang sesuatu tak cukup hanya mahal untuk terlihat berharga. Nyatanya tawa hari ini menghancurkan sebuah tembok yang beberapa waktu lalu bagai pelerai. Batas antara ego dan sebuah rasa yang begitu jujur. Lucas tau, alasannya mendekati Keina saat ini bukan lagi Kief. Lantaran egonya ingin menunjukan pada Kief bahwa cukup Serena dan Terra. Tapi betapa tawa Keina mencukupinya dari kepuasan ego itu sendiri.

***

"Thanks Kei." Lucas mengantar Keina sampai ke depan rumah. Menghentikan mobilnya di depan pagar. Keina hanya mengangguk. Menyembunyikan hati  yang meledak-ledak bagai kembang api di malam pergantian tahun.
"Oiya kau berjanji akan memberiku satu permintaan. Jangan bilang kalau kau lupa." Keina mengingatkan. Lucas tersenyum menunjukan gigi-gigi putihnya.
"Apa?" Katanya. Menunggu Keina meneruskan kata-katanya.
Gadis itu terdiam. Memandangi wajah lucas dengan sendu.
"Tetaplah seperti hari ini Lu." Ujar gadis itu. Berbeda dari apa yang Lucas kira. Bukan sebuah benda ataupun materi. Menambah deretan kagumnya pada kesederhanaan Keinarra. Keina hendak membuka pintu mobil Lucas. Sebelum akhirnya Lucas tersadar dan menarik tangan Keina. Berharap gadis itu mau di sisinya sebentar lagi.
"Kau tau? Akupun masih punya satu permintaan. Ingat? Permintaan ketiga." Tagih Lucas. Keina mengernyitkan dahi. Lucas mendekatkan dirinya menjadi begitu dekat. Merapikan anak rambut Keina yang mulai tampak berantakan. Sedang cahaya bulan yang sayup-sayup menyelinap dari kaca mobil, membuat wajah gadis itu makin terlihat begitu menawan. Keina merasakan dadanya kian sesak. Jaraknya dan Lucas tak kurang dari hitungan jengkal.
"Permintaan ketiga, jadilah pacarku Kei. Dan jangan pernah pergi." Bisik Lucas di telinganya. Keina masih terdiam tak bisa berkata. Hingga akhirnya Lucas mendekatkan wajahnya. Melumat bibir Keina dan mendekapnya lembut.