Clara memandangi langit-langit
kamarnya dengan nanar. Tak begitu jelas. Ada air mata yang ingin keluar tapi
coba ia tahan. Masih teringat dengan pesan singkat yang ia terima dari Ical
tadi. Ada rasa sakit sekaligus benci pada diri sendiri bila diingat. Rasanya
Clara ingin menghapus semua tentang Ical di ponselnya. Tapi tiba-tiba tertahan
dengan satu foto yang memaksanya kembali mengingat hari itu,
14 Juni 2014 ..
Tepat
satu bulan setelah Clara harus kehilangan pria yang amat sangat di cintainya,
Aldi. Luka itu masih membekas. Masih sangat basah dan terasa perih. Tapi ia
mencoba untuk bangkit. Mencoba melupakan apa yang membuatnya amat sangat
terpuruk.
“Cla
besok ikut event futsal di bekasi yuk.” Ajak seorang sahabat Cla. Namanya
Agustin. Gadis keturunan jawa yang memiliki dua lesung pipit di pipinya.
Awalnya Cla enggan. Karena ini adalah salah satu acara komunitas. Cla takut
bertemu Aldi. Takut harus bertemu mata dan bertegur sapa lagi. Tapi setelah
difikir-fikir, apa salahnya mencoba? Ia harus move. Harus mulai bisa membuka
hati dan melanjutkan hidup.
Akhirnya
sore ini Clara dan Agustin menginap di rumah Lutfi. Salah satu sahabat Cla juga
yang sudah menikah. Agar esok harinya bisa berangkat bersama ke temp at berkumpul mereka di Pusdiklat PLN Ragunan.
Esok
paginya semua bergegas. Lutfi akan berangkat ke Pusdiklat dengan Ahmad,
Agustin dengan Rahman, sedangkan Clara masih bingung hendak berangkat dengan
siapa. Akhirnya Agustin menyarankan untuk menghubungi Ical. Padahal Clara tidak
cukup dekat dengan Ical di komunitas itu. Clara memang dekat dengan Nisa adik
Ical. Tapi bagi Cla, Ical adalah orang yang agak sulit untuk di ajak bergurau
atau sekedar bertegur sapa atau bertukar sedikit cerita, seperti kebanyakan pria dalam komunitas itu. Apalagi,
selama pacaran dengan Aldi, Cla memang tidak pernah berniat untuk melihat pria
manapun kecuali kekasihnya.
Surprise
surprise ternyata Ical mau menjemput Cla di rumah lutfi. Mereka berenam
berangkat bersama. Dalam komunitas ini, kami semua seperti keluarga. Jadi
kalaupun ada kedekatan, semua hanya pure rasa sayang pada keluarga. Tapi entah
kenapa pagi ini Cla merasa aneh ketika duduk satu motor dengan Ical. Ia tak
pernah menilai apapun tentang Ical. Tapi tiba-tiba duduk pada jarak sedekat ini
membuatnya merasa nyaman.
Singkat cerita
mereka tiba di PLN pusdiklat dan langsung menaiki bus yang akan membawa mereka
ke bekasi. Ini kali pertamanya Cla harus melewati event besar tanpa Aldi. Ia
tak ada di sini.
Acara
berlangsung lancar. Banyak sekali partisipannya. Yang memang semua berasal dari
satu komunitas yang sama. Selama di sana, entah kenapa Cla merasa bahwa Ical
adalah tanggung jawabnya. Mungkin karena Ical sudah berbesar hati mau
menjemputnya kerumah Lutfi tadi pagi. Jadi ketika Cla mau membeli minum atau
makan, Cla jadi terfikir Ical udah makan atau belum. Dan otomatis pemikiran
seperti itu membuat ia sering kali mencari keberadaan Ical. Bukan karena suka,
awalnya. Hanya sebatas tanggung jawab dan rasa khawatir.
Terlepas
dari Ical, hari itu Cla benar-benar mencoba melupakan Aldi. Bersenang-senang, berteriak dan tertawa. Ada satu hal yang menarik perhatiannya. Seorang
pemain futsal bernama Budi. Ketika Budi tersenyum, ada dua lesung pipit
terlihat jelas di pipinya.
“Wi,
Budi manis juga ya?” Ucap Cla pada Wiwi sahabat terbaiknya. Wiwi tertawa.
“Cie
Cla..” Godanya. Wajah Cla memerah. Padahal Cla mengenal Budi cukup lama. Budi
salah satu teman dalam komunitasnya juga. Selain karena Budi jarang hadir. Tapi lagi-lagi karena Cla
memang tidak pernah mencoba menoleh ke arah pria manapun kecuali Aldi. Tak ada
satupun pria yang ia banggakan kecuali Aldi.
Tak
disangka setelah beberapa kali berinteraksi dengan Budi, Akhirnya mereka
bertukar nomor pin blackberry. Setelah acara Usai Cla hendak berpamitan dengan
semua penyelenggara acara. Cla selalu bersama Ical. Ia tak pernah jauh dari
pria itu. bahkan beberapa orang menyangka Cla mulai dekat dengan Ical.
“Pamit
dulu yuk.” Ucap Ical. Mengajak Cla pada kerumunan orang di dekat stage.
“Pras,
balik.” Ical menyapa Pras. Pras adalah salah satu member penggiat alam di
komunitas ini. Pras dan Ical cukup dekat, karena mereka sama-sama pendaki. Tapi
ada satuhal yang tak Cla sadari. Pras sudah memperhatikan Cla bahkan jauh
sebelum hari ini. Pras bahkan sempat menyapa Cla tadi. Dan sebelum pulang, Pras
sempat bertukar nomor ponsel dengan Cla. Ada satu senyum di sana. Yang
memandang Cla dan Ical sampai menghilang dari pandangan.
Sesampainya
kembali di PLN Pusdiklat, Cla berfikir untuk tidak ingin membuat Ical repot
kalau harus mengantarnya sampai rumah. Akhirnya Cla meminta tolong pada Reya
yang memang satu arah. Rumah Ical dan Cla memang cukup jauh dan jalannya agak
berputar.
“Pulang
kemana Bud.” Cla masih sempat menyapa Budi. Ada rasa senang tiap kali ia
melihat Budi teresenyum. Lesung pipitnya seperti membuat Cla terhipnotis.
“Margo
Cla.” Jawabnya singkat. Sempat ada obrolan kecil di sana. Hingga malam semakin
larut dan akhirnya Cla tiba di rumah. Aneh, tapi ketika mengingat rangkaian
hari ini. yang terngiang dalam benak Cla bukan Budi apalagi Pras. Tapi Ical.
Lama
sudah berlalu sejak hari itu. Ada yang berbeda dari hari Cla. Selain ia yang
masih terus menangis ketika rindu pada Aldi. Kini ada Budi dan Pras yang selalu
membuatnya tertawa. Meski hanya lewat pesan singkat di blackberry atau via
whats app. Berbeda dengan Budi, Pras benar-benar menunjukan ketertarikannya
pada Cla. Tapi entah kenapa Cla awalnya lebih tertarik pada Budi. Sayangnya tak
lama, Cla tahu bahwa Budi ternyata sudah memiliki kekasih. Dan pada akhirnya ia
dan Budi hanya menikmati kedekatan mereka hanya sebagai sahabat. Apalagi Budi
menyadari tentang Cla yang masih terus bercerita tentang Aldi dan masih terus
menangisi pria itu. Cla mengutip satu pernyataan Budi kala itu. “Bila terlalu
cepat, itu bukan Move on Cla. Tapi pelarian.” Setelah jauh berfikir ternyata
Budi benar. Ia masih terlalu mencintai Aldi. Bahkan ketika ia mencium wangi
eclath di jalan. Ia tak bisa untuk tidak mengeluarkan air matanya. Terlalu
besar cintanya untuk Aldi.
Akhirnya
Cla benar-benar menganggap Budi hanya sebatas sahabat. Cla mulai mengurangi
komunikasinya dengan Budi. Walau sesekali mereka masih saling bertukar kabar.
Terlepas itu, Pras masih sering membuainya dengan pujian. Menyapanya dengan
sebutan cantik. Awalnya Cla tidak perduli. Tapi tanpa sadar, Pras selalu ada
ketika Cla merasa sendiri.
Hingga
pada suatu hari Cla ada kesempatan untuk bertemu dengan Pras lagi. Acara buka
bersama para penggiat alam dengan anak jalanan. Ada beberapa teman Ical yang
juga hadir di sana. Tapi tak ada Ical. Entah kenapa akhir-akhir ini ia susah
sekali di temui. Entah kenapa semenjak Cla bergabung dengan komunitas pencinta
alam yang sama dengan Ical, Ical malah jadi jarang terlihat. Bahkan ketika
bertemu sesekali, Clara merasa Ical begitu jauh. Kadang ia merasa Ical begitu
membencinya. Dan entah kenapa juga Cla jadi begitu perduli jika itu benar
terjadi.
“Gue
mantau lo udah lama banget Cla.” Ucap Pras malam itu. Cla hanya menyimak.
“Setiap kali gue ke komunitas Depok, yang gue liat ya lo. Tapi selalu aja lo
sama Aldi. Padahal banyak cewe depok yang cantik di komunitas lo. Tapi engga
tau kenapa dari pertama gue ngeliat lo, malah lo terus yang pengen gue liat.”
Cla tersipu. Cla merasa ingin percaya. Tapi Cla takut akan berakhir seperti
Budi. Ia masih memimpikan Aldi sampai detik ini. Bahkan sesekali Aldi masih
menghubunginya. Seharusnya. Hari Raya esok adalah moment pertamanya berkumpul
dengan keluarga Aldi. Ya, berbicara tentang arah yang lebih serius. Tapi
sayangnya mimpi itu pupus.
Hari
demi Hari Cla semakin dekat dengan Pras. Tapi ada kejanggalan ketika itu. Di
luar dari betapa menyenangkannya jika berbicara dengan Pras tentang perjalanan.
Cla mendapati berita bahwa Pras bukan hanya dekat dengannya. Tapi setiap kali
ia bertanya kebenarannya pada Pras pria itu selalu bisa menengkan hatinya
dengan berkata, bahwa hanya Cla. tak ada yang lain, semua hanya sahabat. Tapi
entah kenapa Pras selalu melarang Cla untuk menyuarakan kedekatan mereka kepada
siapapun. Dengan Alasan, Ada orang yang juga menyukai Cla dan ia adalah sahabat
Pras. Pras tidak ingin membuat semuanya kacau. Dan Cla percaya.
Tak
hanya sampai di situ. Pras memiliki mantan kekasih bernama Lala. Cla seringkali
mendapati Pras masih berbalas mention dengan Lala di media social. Bahkan Pras
dan Lala berniat untuk mendaki bersama selepas Iedul Fitri. Cla mencoba
mengerti. Pras berkali-kali mengatakan bahwa ia hanya menemani Deny sahabat
Pras. Bahkan Pras meminta Cla untuk menunggu, akan ada masa dimana Pras akan
mengatakan pada semua orang bahwa Cla adalah kekasihnya. Cla percaya. Tapi
semakin ia mencoba percaya, semakin ia merasa sedang di bodohi.
Aneh.
Tapi dalam kegelisahan kali ini, Cla bermimpi pergi ke suatu tempat. Cla
berhenti pada sebuah rumah yang besar dan kokoh. Rumah itu kosong. Tapi Cla
memandang rumah itu dengan begitu sedih. Tiba-tiba nama Ical terucap dari
bibirnya. Cla merasa Ical ada di dalam sana. Itu rumah Ical. Ia ingin bertemu,
ingin mengadu, tapi Cla hanya mampu memandangnya dari luar. Dan mimpi itu
terjadi pada dua malam berturut-turut. Cla merasa aneh. Tiba-tiba saja ia
kembali teringat pada Ical. Dan tiba-tiba saja ia begitu Rindu. Sangat Rindu.
Singkat
cerita sepulang dari Rinjani, Pras dan Lala malah semakin sering meng-up load
foto-foto mereka berdua di semua social media. Sakit, tapi lagi-lagi Pras mencoba
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Cla masih beranggapan bahwa Pras
pantas di percaya.
Tapi
hari itu, ada seorang teman Pras yang menghubungi Cla. namanya Tata. dia
bercerita tentang seorang sahabatnya yang seperti Cla. wanita itu juga dekat dengan
Pras. Cla tidak mengenal wanita itu seperti wanita-wanita sebelumnya. Awalnya
ia tak ingin percaya, tapi Tata juga menyertakan screen shoot percakapan
mereka. Cla jatuh lunglai. Ia sudah mendengar semuanya tentang Pras. tapi
selama ini ia menutup mata. Baru saja ia ingin percaya dan jatuh cinta lagi.
Tapi Pras menghancurkan mimpinya dalam sekejap. Entah apa yang harus Pras
jelaskan. Tapi Cla memilih untuk menyembunyikan cerita ini dari Pras. Clara tak
butuh konfirmasi lagi.
“Kalo
kamu sayang sama aku, kamu pasti tau caranya menghargai aku.” Ucap Cla dalam
pesan singkatnya. “Udahlah Pras, mulai sekarang kita engga perlu lagi bicara
masalah hati. Selesaikan urusan kamu sama Lala dan perasaan kamu. Kalau kamu
sudah bisa berubah, baru kamu cari aku lagi.” Cla mengakhiri.
Cla
kembali jatuh ke dalam luka. Malam ini ia menangis. Tapi bukan karena Pras.
Tapi karena lagi-lagi ia harus kembali mengingat Aldi. Cla teringat dengan
ucapan Aldi tak lama setelah mereka putus. “Udah sih kamu engga usah pacaran. Kamu
tuh gampang banget percaya sama cowo. Mending kerja aja dulu yang betul. Raih
mimpi-mimpi kamu. Akunya juga engga kemana-mana.” Ia percaya Aldi benar, ia
terlalu mudah percaya dan mudah pula dibodohi.
Jeda.
Cla memutuskan untuk menutup dirinya sampai ia benar-benar siap. Tak ingin
siapapun mengisi hatinya untuk saat ini. ia lelah untuk kembali terluka seperti
pada Pras.
Tak
lama, Cla mendengar kabar Ical baru saja menyelesaikan gelar sarjananya. Sudah
lama ia tak menghubungi Ical.
“Cie
sarjana.. Congrats ya Cal.” Cla mengirimkan pesan lewat Blackberry.
“Hehehe
iya dong.. Thanks ya Cla.” Balas Ical.
Sejauh
Cla mengenal Ical ia adalah pribadi ya cerdas. Cla mendengar tentang Ical dari
beberapa orang. Bahkan Pras juga sering bercerita bagaimana ia kagum pada
pribadi Ical yang tegas.
“Cal
balik ya.” Cla bertemu dengan Ical malam itu. setelah menonton pertandingan
futsal. Ical adalah member yang aktif untuk urusan futsal.
“Kemana
lo?” Ical bertanya. Sudah lama mereka tidak berbincang. Bahkan Cla sempat
merasa bahwa Ical membencinya.
“Balik.”
Jawab Cla singkat.
“Warkop
dulu lah.” Cla tertegun. Aneh. Biasayanya Ical hanya berkata “Sip.”
Atau “ya.” Atau “Oke.” Awalnya Cla berniat langsung pulang. Tapi tiba-tiba
datang Lutfi.
“Di
warkop dulu ya. Temenin aku sampe Papanya Ila pulang.” Rengek Lutfi. Akhirnya Cla
menemani Lutfi di warkop sambil bergurau dengan yang lainnya. Tak lama sedang
berbincang, Cla melihat Ical. Tapi tidak masuk ke warkop hanya sampai di depan
lalu tak terlihat lagi.
“Ical
mana Ki ?” Tanya Cla pada Kiki teman Ical. Cla juga cukup dekat dengan Kiki.
Bagi Cla Kiki sudah seperti saudara sendiri.
“Lagi
ketempat Omnya.” Jawab Kiki. Diam-diam Cla mencari Ical. Dan berharap ia berada
di situ. Dan tak lama akhirnya Ical datang. Bahkan Ical akan ikut serta untuk
nonton bareng nanti malam. Bahkan dalam obrolan singkatnya dengan Ical, Ical
sempat bercerita ingin trip ke merbabu. Ical bahkan menawari Cla untuk ikut.
Padahal seingat Cla, teman-teman dalam komunitasnya itu tak pernah mengajak
wanita ikut serta. Kecuali dalam pada trip pertamanya ke TNGP. Cla merasa malam ini Ical benar-benar aneh.
Malam
pun semakin larut. Mereka semua berangkat bersama ketempat Nonbar. Sesampainya
di Divi Café. Ical berdiri di samping Clara sambil bertolak pinggang.
“Ayo
neng masuk ama abang.” Ucap Ical sambil bercanda. Cla spontan salah tingkah.
Mungkin jika yang melakukan itu adalah Kiki atau orang lain, ia tak akan
segugup itu. tapi entah kenapa dengan Ical selalu berbeda. Cla menggandeng
lengan Ical sambil tertawa. Sebenarnya ia salah tingkah. Tapi mencoba untuk
menutupi itu. sesampainya di dalam Cla melepaskan tangannya. Tapi tiba-tiba
saja Ical merangkulnya. Cla menarik
nafas panjang, ia tak bisa berbicara.
Mungkin
Ical memang seperti itu. mungkin ia biasa melakukan itu pada siapa saja. Buat
Cla pun jika yang melakukan orang lain seperti Kiki, Reya Atau teman lainnya
pasti tidak akan berefek apapun. Tapi dengan Ical. Jantungnya selalu berdegup
lebih cepat.
Sebentar
lagi akan ada peringatan hari anniversary komunitas yang ke-5. Anyer akan
menjadi destinasi liburan kami kali ini. Cla jadi teringat pada kejadian
setahun silam. Bahkan awal ia mengenal Aldi pun pada peringatan anniversary
komunitas ke-4 di puncak. Ia ingin tersenyum ketika mengingat semua itu. sampai
saat ini bahkan Cla masih belum bisa melupakan Aldi. Tapi Cla sudah lebih
dewasa untuk berkata cukup pada dirinya sendiri dan menganggap Aldi hanya
sebatas kenangan.
“Cal,
Nisa ikut ke anyer?” Cla kembali mengirimi Ical pesan singkat.
“Engga
Cla.” Jawab Ical.
“Yah
padahal gue mau ngajak dia duduk sama gue.” Ucap Cla. Ical tertawa.
“Yaudah
duduk sama gue aja.” Tawar Ical.
“Hahaha
wah boleh boleh. Tapi cariin gue bangku ya biar gue engga dateng terlalu pagi.”
Ledek Cla.
“Tenang
gue bawa matras.” Ical balas meledek.
“Jiah..
lo nyuruh gue lesehan? Serius Ical.” Ucap Cla lagi. Ical kembali tertawa.
“Iya
woles. Apa sih yang ngga buat kamuh?” huft Cla melted. Tapi ia tetap berusaha
membalas pesan Ical kembali dengan guyonan. Dalam hatinya memohon pada Ical
untuk jangan terus menerus bercanda seperti itu. tapi logikanya ingin lagi dan
lagi.
Akhinya
harinya pun tiba. Cla berangkat dari rumah pagi sekali. Sesampainya di tempat
meeting point sudah ada Aldi duduk manis sambil mendengarkan music. Cla menarik
nafas. Bersalaman dengan semua yang sudah menunggu di situ. Tapi tak ada Ical.
Ia belum terlihat. Sampai tak lama kemudian Ical datang bersama Kiki dan yang
lainnya. Setelah menyelesaikan registrasi dan yang lainnya. Semua masuk kedalam
bis. Cla meletakan ransel Ical di sampingnya. Cla senang bisa berada sedekat
ini dengan Ical.
Perjalanan
cukup menyenangkan. Walaupun cukup di sayangkan, Ical harus pindah mobil ke
mobil Ade di pertengahan. Dan Cla duduk sendiri sepanjang perjalanan.
Sesampainya di Anyer. Pantai seluas mata memandang sungguh tersaji dengan
anggun di hadapan.
Singkat
cerita Clara dan yang lainnya berganti pakaian dan mulai dengan kesibukan
masing-masing. Siang ini Cla memutuskan untuk bermain di pantai bersama Astri.
Melihat hewan-hewan kecil yang terperangkap diantara karang. Berjalan jauh
sampai hampir ketengah. Tapi tak lama kemudian datang Dani kekasih Astri, Ical
dan Aldi menyusul. Jadilah mereka berlima asik mencari ikan, udang bahkan
kepiting. Aldi yang memang selalu merasa tertantang dengan alam. Mengajak Dani
dan Ical untuk menyelam dan berenang di tebingan karang yang langsung ke laut
lepas. Tanpa perlengkapan apapun.
Setelah
puas bermain di laut mereka kembali ke villa karena ada acara game setelah ini.
hari semakin sore. Beberapa anak kembali ke tengah laut untuk menyaksikan sunset
yang turun dengan sempurna, termasuk Cla. Hanya ada Aldi, Ade, Yuda, Tri dan
Lio. Ical memilih menyaksikan sunset dari tepi pantai saja. Beberapa kali Cla
sempat mencari Ical. Sampai akhirnya Cla memilih untuk bergabung dengan yang
lain untuk berfoto-foto lalu menikmati senja. Clara selalu mencintai senja. Ia
tak pernah bosan memandangi jingga. Meski selalu ada kepedihan ketika mentari
menghilang bersama lembayung. Tapi jingga kala senja selalu Nampak megah.
Malam
keakraban. Ada agenda untuk pergantian pengurus baru malam ini. dilanjutkan
dengan bermain gitar di pinggir pantai dan barbeque. Ical sangat piawai bermain
gitar. Dengan lagu-lagu yang sebenarnya tak Cla hafal. Bahkan banyak lagu yang
tak pernah ia dengar. Tapi tetap saja Cla suka memandangi Ical saat sedang bermain
gitar. Hingga malam semakin larut. Dan meletakan lelah hari ini di peraduan.
Esoknya,
semua bangun lebih pagi. Menghabiskan sarapan lalu kembali bermain di tepian
pantai. Terlihat Aldi dan Ical duduk bersama di sebuah tenda yang memang
didirikan untuk bersantai. Sambil memandangi ombak dan menikmati kopi. Cla
masih menguap. Memandangi mereka berdua dari pintu villa. Ia tidur terlalu
larut malam tadi. Setelah kalah bermain poker dengan ke tiga sahabatnya.
Agustin, Wiwi dan Lutfi. Setelah bergabung bersama yang lain mengambil sarapan,
Cla lalu membuat kopi. Cla menawarkan teh pada Astri. Lalu pada Ical juga. Ada
Ical di sana. Tapi ia menggeleng sambil menunjukan gelas kopinya.
Mentari
semakin condong ke atas. Cla kembali bermain di antara karang bersama yang
lain. Beberapa anak tampak ada yang bermain di kolam renang. Ada juga yang
tampak sibuk membuat tattoo. Tapi Cla lebih memilih bermain bersama alam,
diantara karang dan air laut yang kembali surut.
“Gue
tau tempat kelomang banyak.” Ucap Cla pada Ical.
“Dimana?”
Tanya Ical. Cla menunjukan jalanya. Ada tumpukan batu-batu besar di tepian
pantai. Banyak sekali kelomang kecil di sana. Cla mencari yang cangkangnya
indah.
“Yah
kecil-kecil, gue cari yang besar.” Ical mengeluh. Sementara matanya masih terus
mencari. Sesekali mengambil beberapa cangkang yang ternyata kosong.
“Kesana
yuk.” Ajak Ical sambil menunjuk tepian pantai jauh dari tempat mereka berdiri.
Agak ke barat dari villa mereka. Tempatnya masih sepi. Tapi tampak
menyenangkan. Dari kemarin Cla memang mau telusur pantai ke arah sana. Tapi ia
tak berani ke sana seorang diri.
“Yuk.”
Jwab Cla spontan dengan antusias.
Seperti
anak kecil, Cla hanya mengikuti kemanapun Ical melangkah. Menelusuri
karang-karang licin dan agak tajam. Ada luka kecil di kaki Cla. Jadi ia
berjalan begitu lambat di belakang Ical.
“Cal
tunggu.” Sesampainya di pantai berpasir Cla berlari. Sepi. Tak ada siapapun di
situ kecuali ia dan Ical. Terlihat satu-dua nelayan menjala ikan, jauh di
tengah. Cla mengikuti Ical berjalan agak ketengah. Pasir-pasir begitu lembut.
Rumput-rumput laut terasa bak karpet di telapak kaki. Tak seperti pantai de
depan villa mereka, pantai disini bebas karang. Tetap dangkal tapi hanya ada
pasir dan rumput. Clad an Ical duduk di gundukan tertinggi. Lalu menantang
ombak yang datang. Tertawa lepas saat ombak yang datang menjatuhkan mereka.
Seperti anak-anak tapi begitu lepas.
Tak
lama kemudian datang beberapa yang lainnya. Astri, Mery dan Rani. Ya Rani, adik
Kiki. Ical pernah menyukai Rani dulu. Mungkin saja masih hingga kini. Cla tak
tahu jelas. Tapi Rani memang cantik. Bahkan Cla beberapa kali melihat Ical
masih menggoda Rani di villa. Tapi Cla mencoba untuk acuh. Jikapun Ical memang
masih menyukai Rani, Cla bisa apa? Ia merasa tak ada apa-apanya jika harus
bersaing dengan Rani yang cantik.
“Ikut
main banana bout yuk Cla.” Ajak Rani.
“Lo
mau main Banana Bout?” Tanya Ical.
“Lo
ngga?” Cla balik bertanya. Ical menggeleng.
“Engga
ah. Udah pernah.” Ucapnya. Cla juga ikut menggeleng pada Rani. Bukan hanya karena
Ical tidak ikut. Cla memang tidak terlalu tertarik. Takut tepatnya. Ia sadar
untuk berenang saja baru belajar kemarin. Itupun masih takut.
“Yudah
kita duluan ya.” Mereka lantas pergi. Tak lama mereka pergi. Datang dua orang
teman lainnya. Salam dan Fauzan. Mereka hanya asik berfoto-foto. Ical dan Cla
juga berfoto bersama. Di atas pasir, ditepian pantai. Lalu tak lama sepertinya
mereka juga tertarik untuk bergabung bersama yang lain naik Banana Bout. Fauzan
mengajak Salam pergi.
Lelah
bermain Cla dan Ical duduk bersama di tepi pantai. Tambil sesekali ombak
menyapa kaki-kaki mereka yang mulai tampak pucat dan berkeriput karena terlalu
lama berada di dalam air. Ical merebahkan tubuhnya di atas pasir. Tidur
terlentang di sisi Cla. Cla mengikutinya. Tidur terlentang di sisi Ical. Lalu
memandangi langit dan mendengarkan deru ombak. Menikmati sinar mentari yang
terasa hangat membakar kulit. Mereka berbincang. Berbicara tentang apa saja.
Meninggalkan hiruk pikuk Jakarta dan kota depok. Bahkan mereka sempat berencana
untuk trip bersama.
Saat
itu Cla merasa enggan pulang. Enggan kembali pada sesak dan peliknya hidup.
Benar-benar damai disana. Tak ada siapapun. Hanya deru ombak, matahari dan Ical
di sisinya. Cla membalik badannya. Tengkurap sambil bermain pasir. Membuat
kolam kecil di hadapannya. Menunggu ombak datang dan mengisi kolam itu dengan
air laut. Cla menoleh pada Ical. Pria itu tengah terpejam. Badannya mengigil
dan wajahnya pucat.
“Lo
engga apa-apa cal?” Tanya Cla. Ical menggeleng.
“Gue
Cuma mengigil.” Jawab Ical. Cla Nampak khawatir. Karena Ical benar-benar tampak
pucat di bawah sinar matahari.
“Lo
bener engga apa-apa? Atau kita mau balik aja ke villa?” Cla menegaskan.
“Engga.
Engga apa-apa. Nikmatin aja prosesnya.” Ical menjelaskan. Cla percaya. Ical
bukan anak kecil yang harus berbohong jika sesuatu terjadi pada dirinya.
Akhirnya Cla hanya memandangi Ical. Pria itu masih terpejam. Sambil menikmati
dingin yang ia anggap proses. Cla
benar-benar merekam moment itu dalam benaknya. Mungkin bagi Ical ini bukan
apa-apa. Mungkin ia sudah terbiasa. Tapi bagi Cla. Ini akan menjadi salah satu
moment tak terlupakan baginya.
“Lo
mau main banana bout?” Tanyanya lagi.
“Lo?”
Clara balik bertanya.
“Yaudah
yuk.” Ucap Ical akhirnya. Cla pun mengiyakan. Sebenarnya ia masih ingin
berlama-lama disini. Duduk berjam-jam memandangi ombak bersama Ical.
“Tolong
bersihin pasirnya dong.” Cla meminta tolong pada Ical sambil menunjuk
punggungnya.
“Jongkok.”
Ical member interuksi. Cla menurut. Awalnya Ical membersihkan tapi malah
menambahkannya lagi dengan pasir. Cla membalas melemparinya pasir lalu lari.
Ical membalasnya lagi lalu tertawa. Siang itu hanya ada mereka. Di tepian
pantai, di antara ombak di tepian pasir. Tapi terasa begitu ramai, begitu
bahagia. Ah moment itu. jika saja ada kamera yang merekamnya seperti video
clip. Mungkin Cla akan memutarnya berkali-kali, berulang-ulang.
Mereka
kembali menuju vila. Tiba-tiba saja Ical merangkulnya. Tepat seperti ketika di
Divi café malam itu. Jantung Cla kembali berdegup hebat. Jika Ical
memperhatikan wajahnya. Mungkin pria itu akan tertawa karena wajah Cla yang
memerah.
“Gimana
sama Aldi?” Tanya Ical tiba-tiba.
“Gimana
apanya?” Cla salah tingkah.
“Masih
berharap lo ya?” Ical kembali bertanya. Menuduh tepatnya.
“Sok
tau. Engga lah.” Bantah Cla.
“Baguslah.
Kirain masih.” Ucap Ical. Lalu terhenti dan melepaskan rangkulannya. Ical
menemukan tumbuhan laut yang terdampar. Lalu mengembalikannya ke laut. Mereka
kembali berjalan. Menyusuri pantai berkarang dan meninggalkan rumput-rumput nan
lembut. Tiba-tiba saja Cla terjatuh. Karena menahan luka kecil di kakinya.
“Engga
apa-apa Cla?” Ical dengan sigap menangkap Cla.
"Engga
apa-apa.” Cla kembali bangkit. Lalu kembali berjalan. Kali ini ini Ical
menggandengnya. Mengenggam tangan Cla erat. Cla tersenyum diam-diam. Jikapun
yang Ical lakukan tetap tak berarti apa-apa untuknya, Cla tetap merasa ini
berarti.
Sesampainya
di villa sudah ada beberapa anak yang mengantri untuk menaiki banana bout.
“Yuk.”
Ajak Ical. Cla terlihat ragu. Ia benar-benar takut. Tapi entah ada magic apa, ketika
melihat wajah Ical Cla menjadi yakin.
“Tapi
lo jagain gue ya selama di sana.” Ancam Cla. Terlebih ketika ia melihat
ternyata juga ada Aldi. Cla tau sekeras apapun Aldi menutup hatinya untuk Cla.
Tapi laki-laki itu tak akan pernah membiarkan Cla terluka apalagi celaka.
“
Iya.” Janji Ical.
Mereka
masing-masing mengenakan pelampung. Aldi
duduk paling depan tepat di depan Mery. Selanjutnya ada Rani duduk di
depan Cla. Tepat di belakang Cla ada Ical dan Fauzan. Saat menuju ke laut, Ical
nyaris seperti memeluk Cla dari belakang. Ia masih mengigil. Cla terdiam. Memperhatikan
tangan Ical yang pucat memegang pinggangnya. Untuk sejenak ia menyadari satu
hal. Saat itu ia lebih perduli dan ingin berada di dekat Ical. Di banding
berada di dekat Aldi yang hanya beberapa centi dari tempatnya duduk. Rasa
khawatir Cla hilang setiap kali ia berada di sisi Ical. Bahkan ketika ia merasa
tersakiti oleh Pras dulu, Ical hadir dalam mimpinya berkali-kali. Mengganti
gelisah menjadi rindu. Mengubah takut menjadi syahdu.
Ical
tidak berbohong. Di laut sana ia benar-benar menjaga Cla. Bahkan ketika bout
menukik dan hendak jatuh, tangan Ical selalu siap memegangi Cla. Sampai Cla
merasa benar-benar aman. Dan entah kenapa sejak saat itu ia selalu percaya.
Bahwa ia bisa mempercayai Ical dalam kondisi apapun. Ia mengagumi Ical sebagai
pria yang memegang janjinya.
Hari
semakin siang. Panitia sudah menghimbau mereka semua untuk bergegas pulang.
Setelah mandi dan merapikan semua peralatan, semua berfoto bersama lalu berdoa
dan masuk ke dalam bus hendak pulang. Awalnya Cla ingin duduk bersama Ical
lagi. Tapi entah kenapa susunan kursi jadi berubah. Cla duduk bersama Yudha.
Sedangkan Ical dengan Lio. Sesampainya mereka di depok, Ical turun lebih dulu.
Ada ke khawatiran dalam diri Cla. Ia takut Icalnya akan berubah. Tak ada
kata-kata apapun kecuali mata yang saling memandang karena khawatir. Hari itu,
Cla telah meyakinkan hatinya. Bahwa telah ada seseorang yang mengobati
luka-lukanya. Seseorang yang datang dengan sebuah harapan. Dan membuka pintu
hati Cla secara perlahan. Cla takut mengakui ini, tapi ia mulai menyukai Ical.
Cla takut jika ia akan kehilangan Ical. Seperti pada Aldi, atau bahkan pada
Pras. Cla ragu jika rasa ini, hanya ia rasakan sendiri. Sedangkan bagi Ical, ia
tak berarti apa-apa.
Sepulang
dari anyer, ternyata masih ada kegiatan nonton bareng di Divi café. Ical
berjanji pada Cla untuk datang. Ical memang datang, tapi tepat sebelum babak
kedua full time. Ical bahkan tidak masuk. Hanya menunggu di luar café.
“Cie..
cie..” Beberapa teman yang melihat Ical dan Cla langsung menggoda.
“Di
cie cie in aja sih ngga apa-apa.” Jawab Ical. Cla tertawa. Semua masih Indah
sampai Ical mengantar kerumah. Tiba-tiba Cla merasa minder. Ical bercerita
tentang gadisnya. Yang tinggal jauh di Malang. Ia cantik, sedang menyelesaikan
kuliahnya, ia pintar dan berhijab. Cla memang bukan siapa-siapa. Sepulangnya
Ical dari sana Cla tiba-tiba merasa harus melihat dirinya ke dalam cermin.
“Gue
bukan siapa-siapa.” Bisiknya pada diri sendiri.
Semakin
hari ternyata kasih sayangnya terus bertambah. Semakin ia mengenal Ical,
semakin ia mengagumi pria itu. tapi juga semakin ia jatuh tenggelam dalam rasa
takut. Ia terdoktrin dengan pemikiran bahwa Ical terlalu hebat untuk ia yang
memang bukan siapa-siapa. Walaupun Ical masih tetap Ical. Yang tak perlu
berjanji tapi selama ini ia menunjukan bahwa ia akan selalu bisa diandalkan.
Ical adalah laki-laki yang memegang teguh
janji. Pria yang memiliki komitmen tinggi. Ical tidak akan pernah mengubah
keputusannya jika ia anggap itu prinsip. Ical yang pintar, Ical yang mandiri,
Ical yang dewasa. Sekaligus Ical yang cuek dan tak akan menghunbunginya jika
Cla tidak menghubunginya terlebih dahulu. apalagi setelah Cla membaca Blog Ical yang isinya benar-benar membuat Cla terkagum-kagum. Ical bahkan jauh lebih pintar dari yang ia tahu.
Cla
semakin merasa bodoh pernah mengharapkan Ical. Tapi ia benar-benar menyayangi
Ical tulus bukan karena harta atau rupa. Hanya Ical. Bahkan jikapun ia bukan
siapa-siapa. Hanya Ical yang duduk di tepi laut dengan tertawa yang hangat dan
genggaman yang erat. Hanya Ical yang tanpa alas kaki berjalan di atas pasir dan
merangkulnya menyusuri pantai.
“Huft..
engga tau gue aneh.” Ketik Cla ketika berbincang dengan Ical lewat BBM.
“Iya,
lo emang aneh.” Jawab Ical.
“Lho
kok lo jadi ngatain gue aneh. Pokoknya lo gak boleh ngatain gue aneh. Cuma gue
yang boleh.” Balas Cla. Ical tertawa.
“Iya
lo kocik.” Ledeknya.
“Icaaaal,
sama aja. Udah ya skip aja. Lupain.” Cla mulai merasa bodoh. Ia mengatakan apa
yang tak harus ia katakan.
“Lho..
ya ngga bisa gitu. Percakapan ini udah terlanjur ada.” Balasnya lgi.
“Gue,
ngerasa udah lo PHP-in.” Ungkap Cla. Seandainya bisa, ia pasti sudah menghapus
kata-kata itu.
“Lho
PHP-in gimana?” Tanya Ical. Cla tertegun. Dalam hatinya ia mengumpat. Mencaci
diri sendiri.
“Yaudah
yaudah Skip. Gue makin tengsin.” Cla mengelak.
“Iya
iya yaudah oke.” Ical mengiyakan. Cla benar-benar terdiam.
Yang
terfikir saat itu adalah,” I’m the looser one”.. selama ini ternyata Cla hanya merasa
sendiri, jatuh cinta sendiri dan jatuh kedalam lukanya sendiri. Malam itu Clara
memandangi langit-langit kamarnya dengan nanar. Tak begitu jelas. Ada air mata
yang ingin keluar tapi coba ia tahan. Masih teringat dengan pesan singkat yang
ia terima dari Ical tadi. Ada rasa sakit sekaligus benci pada diri sendiri bila
diingat, ia telah berjanji pada dirinya untuk tidak akan membiarkan siapapun masuk kedalam hatinya. Tapi tidak untuk Ical. ia tak dapat menghalau rasa itu sedikitpun. Rasanya Clara ingin menghapus semua tentang Ical di ponselnya. Tapi
tiba-tiba tertahan ketika ia melihat fotonya di tepi pantai bersama Ical.
Hari itu Salam
mengambil foto mereka dari belakang. Hanya tergambar dua punggung yang saling
berdekatan menghadap laut. Berbincang dengan damai sambil memandang ombak. Tak ada sesak dan peliknya hidup. Benar-benar
damai disana. Tak ada siapapun. Hanya deru ombak, matahari dan Ical di sisinya.
Tak
lama kemudian Cla mendapati Ical membuat PM di Blackberrynya. “Gue hanya sedang
‘Mencari’” baca Cla perlahan. Seketika Cla mengusap air matanya. Tiba-tiba ia tertawa. "Anjrit, gue jatuh cinta." Bisiknya pada diri sendiri, lalu berfikir.
Jikapun saat ini Ical memiliki rasa yang sama, ia tak memiliki apapun untuk di
banggakan. Ia tak sehebat gadis Ical yang berada di Malang. Bahkan ia tak
secantik Rani. Terkadang rasa yang tulus saja takkan cukup membuat Icalnya
bangga. Jikapun bukan saat ini, mungkin nanti. Setelah ia menunjukan pada pria
yang ia kagumi itu. bahwa cinta itu saling menguatkan. Cinta itu saling
menyemangati. Cinta itu dewasa. Dan cinta itu memberi kedamaian.
Ia
teringat pada pembicaraannya dengan Ical siang itu di tepi pantai. Bahwa suatu
hari, akan ada di mana ketika ia dan Ical duduk bersama, di puncak gunung dan
memandang senja. Atau melihat matahari terbit dari peraduannya. Jika pun tak
ada waktu baginya untuk menjadi kekasih. Tapi ia bangga pernah mengenal Ical dengan
banyak hal yang di kaguminya. Ia akan selalu bahagia untuk pria yang
dipandanginya siang itu. pria yang terlihat pucat di bawah matahari dan
menggigil kerena dingin. Ical.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar