Selasa, 14 Oktober 2014

Cerpen : PHP ( Pesona Heningnya Pasir )



Clara memandangi langit-langit kamarnya dengan nanar. Tak begitu jelas. Ada air mata yang ingin keluar tapi coba ia tahan. Masih teringat dengan pesan singkat yang ia terima dari Ical tadi. Ada rasa sakit sekaligus benci pada diri sendiri bila diingat. Rasanya Clara ingin menghapus semua tentang Ical di ponselnya. Tapi tiba-tiba tertahan dengan satu foto yang memaksanya kembali mengingat hari itu,

14 Juni 2014 ..

                Tepat satu bulan setelah Clara harus kehilangan pria yang amat sangat di cintainya, Aldi. Luka itu masih membekas. Masih sangat basah dan terasa perih. Tapi ia mencoba untuk bangkit. Mencoba melupakan apa yang membuatnya amat sangat terpuruk. 

                “Cla besok ikut event futsal di bekasi yuk.” Ajak seorang sahabat Cla. Namanya Agustin. Gadis keturunan jawa yang memiliki dua lesung pipit di pipinya. Awalnya Cla enggan. Karena ini adalah salah satu acara komunitas. Cla takut bertemu Aldi. Takut harus bertemu mata dan bertegur sapa lagi. Tapi setelah difikir-fikir, apa salahnya mencoba? Ia harus move. Harus mulai bisa membuka hati dan melanjutkan hidup.

                Akhirnya sore ini Clara dan Agustin menginap di rumah Lutfi. Salah satu sahabat Cla juga yang sudah menikah. Agar esok harinya bisa berangkat bersama ke temp at berkumpul mereka di Pusdiklat PLN Ragunan.

                Esok paginya semua bergegas. Lutfi akan berangkat ke Pusdiklat dengan Ahmad, Agustin dengan Rahman, sedangkan Clara masih bingung hendak berangkat dengan siapa. Akhirnya Agustin menyarankan untuk menghubungi Ical. Padahal Clara tidak cukup dekat dengan Ical di komunitas itu. Clara memang dekat dengan Nisa adik Ical. Tapi bagi Cla, Ical adalah orang yang agak sulit untuk di ajak bergurau atau sekedar bertegur sapa atau bertukar sedikit cerita, seperti kebanyakan pria dalam komunitas itu. Apalagi, selama pacaran dengan Aldi, Cla memang tidak pernah berniat untuk melihat pria manapun kecuali kekasihnya. 

                Surprise surprise ternyata Ical mau menjemput Cla di rumah lutfi. Mereka berenam berangkat bersama. Dalam komunitas ini, kami semua seperti keluarga. Jadi kalaupun ada kedekatan, semua hanya pure rasa sayang pada keluarga. Tapi entah kenapa pagi ini Cla merasa aneh ketika duduk satu motor dengan Ical. Ia tak pernah menilai apapun tentang Ical. Tapi tiba-tiba duduk pada jarak sedekat ini membuatnya merasa nyaman. 

Singkat cerita mereka tiba di PLN pusdiklat dan langsung menaiki bus yang akan membawa mereka ke bekasi. Ini kali pertamanya Cla harus melewati event besar tanpa Aldi. Ia tak ada di sini. 

                Acara berlangsung lancar. Banyak sekali partisipannya. Yang memang semua berasal dari satu komunitas yang sama. Selama di sana, entah kenapa Cla merasa bahwa Ical adalah tanggung jawabnya. Mungkin karena Ical sudah berbesar hati mau menjemputnya kerumah Lutfi tadi pagi. Jadi ketika Cla mau membeli minum atau makan, Cla jadi terfikir Ical udah makan atau belum. Dan otomatis pemikiran seperti itu membuat ia sering kali mencari keberadaan Ical. Bukan karena suka, awalnya. Hanya sebatas tanggung jawab dan rasa khawatir.

                Terlepas dari Ical, hari itu Cla benar-benar mencoba melupakan Aldi. Bersenang-senang, berteriak dan tertawa. Ada satu hal yang menarik perhatiannya. Seorang pemain futsal bernama Budi. Ketika Budi tersenyum, ada dua lesung pipit terlihat jelas di pipinya.

                “Wi, Budi manis juga ya?” Ucap Cla pada Wiwi sahabat terbaiknya. Wiwi tertawa.

                “Cie Cla..” Godanya. Wajah Cla memerah. Padahal Cla mengenal Budi cukup lama. Budi salah satu teman dalam komunitasnya juga. Selain karena Budi jarang hadir. Tapi lagi-lagi karena Cla memang tidak pernah mencoba menoleh ke arah pria manapun kecuali Aldi. Tak ada satupun pria yang ia banggakan kecuali Aldi.

                Tak disangka setelah beberapa kali berinteraksi dengan Budi, Akhirnya mereka bertukar nomor pin blackberry. Setelah acara Usai Cla hendak berpamitan dengan semua penyelenggara acara. Cla selalu bersama Ical. Ia tak pernah jauh dari pria itu. bahkan beberapa orang menyangka Cla mulai dekat dengan Ical.
                “Pamit dulu yuk.” Ucap Ical. Mengajak Cla pada kerumunan orang di dekat stage. 

                “Pras, balik.” Ical menyapa Pras. Pras adalah salah satu member penggiat alam di komunitas ini. Pras dan Ical cukup dekat, karena mereka sama-sama pendaki. Tapi ada satuhal yang tak Cla sadari. Pras sudah memperhatikan Cla bahkan jauh sebelum hari ini. Pras bahkan sempat menyapa Cla tadi. Dan sebelum pulang, Pras sempat bertukar nomor ponsel dengan Cla. Ada satu senyum di sana. Yang memandang Cla dan Ical sampai menghilang dari pandangan.

                Sesampainya kembali di PLN Pusdiklat, Cla berfikir untuk tidak ingin membuat Ical repot kalau harus mengantarnya sampai rumah. Akhirnya Cla meminta tolong pada Reya yang memang satu arah. Rumah Ical dan Cla memang cukup jauh dan jalannya agak berputar.

                “Pulang kemana Bud.” Cla masih sempat menyapa Budi. Ada rasa senang tiap kali ia melihat Budi teresenyum. Lesung pipitnya seperti membuat Cla terhipnotis.

                “Margo Cla.” Jawabnya singkat. Sempat ada obrolan kecil di sana. Hingga malam semakin larut dan akhirnya Cla tiba di rumah. Aneh, tapi ketika mengingat rangkaian hari ini. yang terngiang dalam benak Cla bukan Budi apalagi Pras. Tapi Ical. 

                Lama sudah berlalu sejak hari itu. Ada yang berbeda dari hari Cla. Selain ia yang masih terus menangis ketika rindu pada Aldi. Kini ada Budi dan Pras yang selalu membuatnya tertawa. Meski hanya lewat pesan singkat di blackberry atau via whats app. Berbeda dengan Budi, Pras benar-benar menunjukan ketertarikannya pada Cla. Tapi entah kenapa Cla awalnya lebih tertarik pada Budi. Sayangnya tak lama, Cla tahu bahwa Budi ternyata sudah memiliki kekasih. Dan pada akhirnya ia dan Budi hanya menikmati kedekatan mereka hanya sebagai sahabat. Apalagi Budi menyadari tentang Cla yang masih terus bercerita tentang Aldi dan masih terus menangisi pria itu. Cla mengutip satu pernyataan Budi kala itu. “Bila terlalu cepat, itu bukan Move on Cla. Tapi pelarian.” Setelah jauh berfikir ternyata Budi benar. Ia masih terlalu mencintai Aldi. Bahkan ketika ia mencium wangi eclath di jalan. Ia tak bisa untuk tidak mengeluarkan air matanya. Terlalu besar cintanya untuk Aldi.

                Akhirnya Cla benar-benar menganggap Budi hanya sebatas sahabat. Cla mulai mengurangi komunikasinya dengan Budi. Walau sesekali mereka masih saling bertukar kabar. Terlepas itu, Pras masih sering membuainya dengan pujian. Menyapanya dengan sebutan cantik. Awalnya Cla tidak perduli. Tapi tanpa sadar, Pras selalu ada ketika Cla merasa sendiri.

                Hingga pada suatu hari Cla ada kesempatan untuk bertemu dengan Pras lagi. Acara buka bersama para penggiat alam dengan anak jalanan. Ada beberapa teman Ical yang juga hadir di sana. Tapi tak ada Ical. Entah kenapa akhir-akhir ini ia susah sekali di temui. Entah kenapa semenjak Cla bergabung dengan komunitas pencinta alam yang sama dengan Ical, Ical malah jadi jarang terlihat. Bahkan ketika bertemu sesekali, Clara merasa Ical begitu jauh. Kadang ia merasa Ical begitu membencinya. Dan entah kenapa juga Cla jadi begitu perduli jika itu benar terjadi.

                “Gue mantau lo udah lama banget Cla.” Ucap Pras malam itu. Cla hanya menyimak. “Setiap kali gue ke komunitas Depok, yang gue liat ya lo. Tapi selalu aja lo sama Aldi. Padahal banyak cewe depok yang cantik di komunitas lo. Tapi engga tau kenapa dari pertama gue ngeliat lo, malah lo terus yang pengen gue liat.” Cla tersipu. Cla merasa ingin percaya. Tapi Cla takut akan berakhir seperti Budi. Ia masih memimpikan Aldi sampai detik ini. Bahkan sesekali Aldi masih menghubunginya. Seharusnya. Hari Raya esok adalah moment pertamanya berkumpul dengan keluarga Aldi. Ya, berbicara tentang arah yang lebih serius. Tapi sayangnya mimpi itu pupus.

                Hari demi Hari Cla semakin dekat dengan Pras. Tapi ada kejanggalan ketika itu. Di luar dari betapa menyenangkannya jika berbicara dengan Pras tentang perjalanan. Cla mendapati berita bahwa Pras bukan hanya dekat dengannya. Tapi setiap kali ia bertanya kebenarannya pada Pras pria itu selalu bisa menengkan hatinya dengan berkata, bahwa hanya Cla. tak ada yang lain, semua hanya sahabat. Tapi entah kenapa Pras selalu melarang Cla untuk menyuarakan kedekatan mereka kepada siapapun. Dengan Alasan, Ada orang yang juga menyukai Cla dan ia adalah sahabat Pras. Pras tidak ingin membuat semuanya kacau. Dan Cla percaya.

                Tak hanya sampai di situ. Pras memiliki mantan kekasih bernama Lala. Cla seringkali mendapati Pras masih berbalas mention dengan Lala di media social. Bahkan Pras dan Lala berniat untuk mendaki bersama selepas Iedul Fitri. Cla mencoba mengerti. Pras berkali-kali mengatakan bahwa ia hanya menemani Deny sahabat Pras. Bahkan Pras meminta Cla untuk menunggu, akan ada masa dimana Pras akan mengatakan pada semua orang bahwa Cla adalah kekasihnya. Cla percaya. Tapi semakin ia mencoba percaya, semakin ia merasa sedang di bodohi.

                Aneh. Tapi dalam kegelisahan kali ini, Cla bermimpi pergi ke suatu tempat. Cla berhenti pada sebuah rumah yang besar dan kokoh. Rumah itu kosong. Tapi Cla memandang rumah itu dengan begitu sedih. Tiba-tiba nama Ical terucap dari bibirnya. Cla merasa Ical ada di dalam sana. Itu rumah Ical. Ia ingin bertemu, ingin mengadu, tapi Cla hanya mampu memandangnya dari luar. Dan mimpi itu terjadi pada dua malam berturut-turut. Cla merasa aneh. Tiba-tiba saja ia kembali teringat pada Ical. Dan tiba-tiba saja ia begitu Rindu. Sangat Rindu.

                Singkat cerita sepulang dari Rinjani, Pras dan Lala malah semakin sering meng-up load foto-foto mereka berdua di semua social media. Sakit, tapi lagi-lagi Pras mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Cla masih beranggapan bahwa Pras pantas di percaya. 

                Tapi hari itu, ada seorang teman Pras yang menghubungi Cla. namanya Tata. dia bercerita tentang seorang sahabatnya yang seperti Cla. wanita itu juga dekat dengan Pras. Cla tidak mengenal wanita itu seperti wanita-wanita sebelumnya. Awalnya ia tak ingin percaya, tapi Tata juga menyertakan screen shoot percakapan mereka. Cla jatuh lunglai. Ia sudah mendengar semuanya tentang Pras. tapi selama ini ia menutup mata. Baru saja ia ingin percaya dan jatuh cinta lagi. Tapi Pras menghancurkan mimpinya dalam sekejap. Entah apa yang harus Pras jelaskan. Tapi Cla memilih untuk menyembunyikan cerita ini dari Pras. Clara tak butuh konfirmasi lagi. 

                “Kalo kamu sayang sama aku, kamu pasti tau caranya menghargai aku.” Ucap Cla dalam pesan singkatnya. “Udahlah Pras, mulai sekarang kita engga perlu lagi bicara masalah hati. Selesaikan urusan kamu sama Lala dan perasaan kamu. Kalau kamu sudah bisa berubah, baru kamu cari aku lagi.” Cla mengakhiri.

                Cla kembali jatuh ke dalam luka. Malam ini ia menangis. Tapi bukan karena Pras. Tapi karena lagi-lagi ia harus kembali mengingat Aldi. Cla teringat dengan ucapan Aldi tak lama setelah mereka putus. “Udah sih kamu engga usah pacaran. Kamu tuh gampang banget percaya sama cowo. Mending kerja aja dulu yang betul. Raih mimpi-mimpi kamu. Akunya juga engga kemana-mana.” Ia percaya Aldi benar, ia terlalu mudah percaya dan mudah pula dibodohi.

                Jeda. Cla memutuskan untuk menutup dirinya sampai ia benar-benar siap. Tak ingin siapapun mengisi hatinya untuk saat ini. ia lelah untuk kembali terluka seperti pada Pras.

                Tak lama, Cla mendengar kabar Ical baru saja menyelesaikan gelar sarjananya. Sudah lama ia tak menghubungi Ical.

                “Cie sarjana.. Congrats ya Cal.” Cla mengirimkan pesan lewat Blackberry.

                “Hehehe iya dong.. Thanks ya Cla.” Balas Ical.

                Sejauh Cla mengenal Ical ia adalah pribadi ya cerdas. Cla mendengar tentang Ical dari beberapa orang. Bahkan Pras juga sering bercerita bagaimana ia kagum pada pribadi Ical yang tegas. 

                “Cal balik ya.” Cla bertemu dengan Ical malam itu. setelah menonton pertandingan futsal. Ical adalah member yang aktif untuk urusan futsal. 

                “Kemana lo?” Ical bertanya. Sudah lama mereka tidak berbincang. Bahkan Cla sempat merasa bahwa Ical membencinya.

                “Balik.” Jawab Cla singkat.

                “Warkop dulu lah.” Cla tertegun.  Aneh. Biasayanya Ical hanya berkata “Sip.” Atau “ya.” Atau “Oke.” Awalnya Cla berniat langsung pulang. Tapi tiba-tiba datang Lutfi.

                “Di warkop dulu ya. Temenin aku sampe Papanya Ila pulang.” Rengek Lutfi. Akhirnya Cla menemani Lutfi di warkop sambil bergurau dengan yang lainnya. Tak lama sedang berbincang, Cla melihat Ical. Tapi tidak masuk ke warkop hanya sampai di depan lalu tak terlihat lagi.

                “Ical mana Ki ?” Tanya Cla pada Kiki teman Ical. Cla juga cukup dekat dengan Kiki. Bagi Cla Kiki sudah seperti saudara sendiri.

                “Lagi ketempat Omnya.” Jawab Kiki. Diam-diam Cla mencari Ical. Dan berharap ia berada di situ. Dan tak lama akhirnya Ical datang. Bahkan Ical akan ikut serta untuk nonton bareng nanti malam. Bahkan dalam obrolan singkatnya dengan Ical, Ical sempat bercerita ingin trip ke merbabu. Ical bahkan menawari Cla untuk ikut. Padahal seingat Cla, teman-teman dalam komunitasnya itu tak pernah mengajak wanita ikut serta. Kecuali dalam pada trip pertamanya ke TNGP. Cla merasa malam ini Ical benar-benar aneh.
                Malam pun semakin larut. Mereka semua berangkat bersama ketempat Nonbar. Sesampainya di Divi Café. Ical berdiri di samping Clara sambil bertolak pinggang.

                “Ayo neng masuk ama abang.” Ucap Ical sambil bercanda. Cla spontan salah tingkah. Mungkin jika yang melakukan itu adalah Kiki atau orang lain, ia tak akan segugup itu. tapi entah kenapa dengan Ical selalu berbeda. Cla menggandeng lengan Ical sambil tertawa. Sebenarnya ia salah tingkah. Tapi mencoba untuk menutupi itu. sesampainya di dalam Cla melepaskan tangannya. Tapi tiba-tiba saja Ical merangkulnya.  Cla menarik nafas panjang, ia tak bisa berbicara. 

                Mungkin Ical memang seperti itu. mungkin ia biasa melakukan itu pada siapa saja. Buat Cla pun jika yang melakukan orang lain seperti Kiki, Reya Atau teman lainnya pasti tidak akan berefek apapun. Tapi dengan Ical. Jantungnya selalu berdegup lebih cepat.

                Sebentar lagi akan ada peringatan hari anniversary komunitas yang ke-5. Anyer akan menjadi destinasi liburan kami kali ini. Cla jadi teringat pada kejadian setahun silam. Bahkan awal ia mengenal Aldi pun pada peringatan anniversary komunitas ke-4 di puncak. Ia ingin tersenyum ketika mengingat semua itu. sampai saat ini bahkan Cla masih belum bisa melupakan Aldi. Tapi Cla sudah lebih dewasa untuk berkata cukup pada dirinya sendiri dan menganggap Aldi hanya sebatas kenangan.

                “Cal, Nisa ikut ke anyer?” Cla kembali mengirimi Ical pesan singkat.

                “Engga Cla.” Jawab Ical.

                “Yah padahal gue mau ngajak dia duduk sama gue.” Ucap Cla. Ical tertawa.

                “Yaudah duduk sama gue aja.” Tawar Ical.

                “Hahaha wah boleh boleh. Tapi cariin gue bangku ya biar gue engga dateng terlalu pagi.” Ledek Cla.

                “Tenang gue bawa matras.” Ical balas meledek.

                “Jiah.. lo nyuruh gue lesehan? Serius Ical.” Ucap Cla lagi. Ical kembali tertawa.

                “Iya woles. Apa sih yang ngga buat kamuh?” huft Cla melted. Tapi ia tetap berusaha membalas pesan Ical kembali dengan guyonan. Dalam hatinya memohon pada Ical untuk jangan terus menerus bercanda seperti itu. tapi logikanya ingin lagi dan lagi.

                Akhinya harinya pun tiba. Cla berangkat dari rumah pagi sekali. Sesampainya di tempat meeting point sudah ada Aldi duduk manis sambil mendengarkan music. Cla menarik nafas. Bersalaman dengan semua yang sudah menunggu di situ. Tapi tak ada Ical. Ia belum terlihat. Sampai tak lama kemudian Ical datang bersama Kiki dan yang lainnya. Setelah menyelesaikan registrasi dan yang lainnya. Semua masuk kedalam bis. Cla meletakan ransel Ical di sampingnya. Cla senang bisa berada sedekat ini dengan Ical.

                Perjalanan cukup menyenangkan. Walaupun cukup di sayangkan, Ical harus pindah mobil ke mobil Ade di pertengahan. Dan Cla duduk sendiri sepanjang perjalanan. Sesampainya di Anyer. Pantai seluas mata memandang sungguh tersaji dengan anggun di hadapan.

                Singkat cerita Clara dan yang lainnya berganti pakaian dan mulai dengan kesibukan masing-masing. Siang ini Cla memutuskan untuk bermain di pantai bersama Astri. Melihat hewan-hewan kecil yang terperangkap diantara karang. Berjalan jauh sampai hampir ketengah. Tapi tak lama kemudian datang Dani kekasih Astri, Ical dan Aldi menyusul. Jadilah mereka berlima asik mencari ikan, udang bahkan kepiting. Aldi yang memang selalu merasa tertantang dengan alam. Mengajak Dani dan Ical untuk menyelam dan berenang di tebingan karang yang langsung ke laut lepas. Tanpa perlengkapan apapun. 

                Setelah puas bermain di laut mereka kembali ke villa karena ada acara game setelah ini. hari semakin sore. Beberapa anak kembali ke tengah laut untuk menyaksikan sunset yang turun dengan sempurna, termasuk Cla. Hanya ada Aldi, Ade, Yuda, Tri dan Lio. Ical memilih menyaksikan sunset dari tepi pantai saja. Beberapa kali Cla sempat mencari Ical. Sampai akhirnya Cla memilih untuk bergabung dengan yang lain untuk berfoto-foto lalu menikmati senja. Clara selalu mencintai senja. Ia tak pernah bosan memandangi jingga. Meski selalu ada kepedihan ketika mentari menghilang bersama lembayung. Tapi jingga kala senja selalu Nampak megah. 

                Malam keakraban. Ada agenda untuk pergantian pengurus baru malam ini. dilanjutkan dengan bermain gitar di pinggir pantai dan barbeque. Ical sangat piawai bermain gitar. Dengan lagu-lagu yang sebenarnya tak Cla hafal. Bahkan banyak lagu yang tak pernah ia dengar. Tapi tetap saja Cla suka memandangi Ical saat sedang bermain gitar. Hingga malam semakin larut. Dan meletakan lelah hari ini di peraduan. 

                Esoknya, semua bangun lebih pagi. Menghabiskan sarapan lalu kembali bermain di tepian pantai. Terlihat Aldi dan Ical duduk bersama di sebuah tenda yang memang didirikan untuk bersantai. Sambil memandangi ombak dan menikmati kopi. Cla masih menguap. Memandangi mereka berdua dari pintu villa. Ia tidur terlalu larut malam tadi. Setelah kalah bermain poker dengan ke tiga sahabatnya. Agustin, Wiwi dan Lutfi. Setelah bergabung bersama yang lain mengambil sarapan, Cla lalu membuat kopi. Cla menawarkan teh pada Astri. Lalu pada Ical juga. Ada Ical di sana. Tapi ia menggeleng sambil menunjukan gelas kopinya.

                Mentari semakin condong ke atas. Cla kembali bermain di antara karang bersama yang lain. Beberapa anak tampak ada yang bermain di kolam renang. Ada juga yang tampak sibuk membuat tattoo. Tapi Cla lebih memilih bermain bersama alam, diantara karang dan air laut yang kembali surut.
                “Gue tau tempat kelomang banyak.” Ucap Cla pada Ical.

                “Dimana?” Tanya Ical. Cla menunjukan jalanya. Ada tumpukan batu-batu besar di tepian pantai. Banyak sekali kelomang kecil di sana. Cla mencari yang cangkangnya indah.

                “Yah kecil-kecil, gue cari yang besar.” Ical mengeluh. Sementara matanya masih terus mencari. Sesekali mengambil beberapa cangkang yang ternyata kosong.

                “Kesana yuk.” Ajak Ical sambil menunjuk tepian pantai jauh dari tempat mereka berdiri. Agak ke barat dari villa mereka. Tempatnya masih sepi. Tapi tampak menyenangkan. Dari kemarin Cla memang mau telusur pantai ke arah sana. Tapi ia tak berani ke sana seorang diri.

                “Yuk.” Jwab Cla spontan dengan antusias.

                Seperti anak kecil, Cla hanya mengikuti kemanapun Ical melangkah. Menelusuri karang-karang licin dan agak tajam. Ada luka kecil di kaki Cla. Jadi ia berjalan begitu lambat di belakang Ical. 

                “Cal tunggu.” Sesampainya di pantai berpasir Cla berlari. Sepi. Tak ada siapapun di situ kecuali ia dan Ical. Terlihat satu-dua nelayan menjala ikan, jauh di tengah. Cla mengikuti Ical berjalan agak ketengah. Pasir-pasir begitu lembut. Rumput-rumput laut terasa bak karpet di telapak kaki. Tak seperti pantai de depan villa mereka, pantai disini bebas karang. Tetap dangkal tapi hanya ada pasir dan rumput. Clad an Ical duduk di gundukan tertinggi. Lalu menantang ombak yang datang. Tertawa lepas saat ombak yang datang menjatuhkan mereka. Seperti anak-anak tapi begitu lepas.

                Tak lama kemudian datang beberapa yang lainnya. Astri, Mery dan Rani. Ya Rani, adik Kiki. Ical pernah menyukai Rani dulu. Mungkin saja masih hingga kini. Cla tak tahu jelas. Tapi Rani memang cantik. Bahkan Cla beberapa kali melihat Ical masih menggoda Rani di villa. Tapi Cla mencoba untuk acuh. Jikapun Ical memang masih menyukai Rani, Cla bisa apa? Ia merasa tak ada apa-apanya jika harus bersaing dengan Rani yang cantik.

                “Ikut main banana bout yuk Cla.” Ajak Rani. 

                “Lo mau main Banana Bout?” Tanya Ical.

                “Lo ngga?” Cla balik bertanya. Ical menggeleng.

                “Engga ah. Udah pernah.” Ucapnya. Cla juga ikut menggeleng pada Rani. Bukan hanya karena Ical tidak ikut. Cla memang tidak terlalu tertarik. Takut tepatnya. Ia sadar untuk berenang saja baru belajar kemarin. Itupun masih takut. 

                “Yudah kita duluan ya.” Mereka lantas pergi. Tak lama mereka pergi. Datang dua orang teman lainnya. Salam dan Fauzan. Mereka hanya asik berfoto-foto. Ical dan Cla juga berfoto bersama. Di atas pasir, ditepian pantai. Lalu tak lama sepertinya mereka juga tertarik untuk bergabung bersama yang lain naik Banana Bout. Fauzan mengajak Salam pergi. 

                Lelah bermain Cla dan Ical duduk bersama di tepi pantai. Tambil sesekali ombak menyapa kaki-kaki mereka yang mulai tampak pucat dan berkeriput karena terlalu lama berada di dalam air. Ical merebahkan tubuhnya di atas pasir. Tidur terlentang di sisi Cla. Cla mengikutinya. Tidur terlentang di sisi Ical. Lalu memandangi langit dan mendengarkan deru ombak. Menikmati sinar mentari yang terasa hangat membakar kulit. Mereka berbincang. Berbicara tentang apa saja. Meninggalkan hiruk pikuk Jakarta dan kota depok. Bahkan mereka sempat berencana untuk trip bersama.

                Saat itu Cla merasa enggan pulang. Enggan kembali pada sesak dan peliknya hidup. Benar-benar damai disana. Tak ada siapapun. Hanya deru ombak, matahari dan Ical di sisinya. Cla membalik badannya. Tengkurap sambil bermain pasir. Membuat kolam kecil di hadapannya. Menunggu ombak datang dan mengisi kolam itu dengan air laut. Cla menoleh pada Ical. Pria itu tengah terpejam. Badannya mengigil dan wajahnya pucat.

                “Lo engga apa-apa cal?” Tanya Cla. Ical menggeleng.

                “Gue Cuma mengigil.” Jawab Ical. Cla Nampak khawatir. Karena Ical benar-benar tampak pucat di bawah sinar matahari.

                “Lo bener engga apa-apa? Atau kita mau balik aja ke villa?” Cla menegaskan.

                “Engga. Engga apa-apa. Nikmatin aja prosesnya.” Ical menjelaskan. Cla percaya. Ical bukan anak kecil yang harus berbohong jika sesuatu terjadi pada dirinya. Akhirnya Cla hanya memandangi Ical. Pria itu masih terpejam. Sambil menikmati dingin yang ia anggap proses.  Cla benar-benar merekam moment itu dalam benaknya. Mungkin bagi Ical ini bukan apa-apa. Mungkin ia sudah terbiasa. Tapi bagi Cla. Ini akan menjadi salah satu moment tak terlupakan baginya. 

                “Lo mau main banana bout?” Tanyanya lagi.

                “Lo?” Clara balik bertanya.

                “Yaudah yuk.” Ucap Ical akhirnya. Cla pun mengiyakan. Sebenarnya ia masih ingin berlama-lama disini. Duduk berjam-jam memandangi ombak bersama Ical.

                “Tolong bersihin pasirnya dong.” Cla meminta tolong pada Ical sambil menunjuk punggungnya.

      “Jongkok.” Ical member interuksi. Cla menurut. Awalnya Ical membersihkan tapi malah menambahkannya lagi dengan pasir. Cla membalas melemparinya pasir lalu lari. Ical membalasnya lagi lalu tertawa. Siang itu hanya ada mereka. Di tepian pantai, di antara ombak di tepian pasir. Tapi terasa begitu ramai, begitu bahagia. Ah moment itu. jika saja ada kamera yang merekamnya seperti video clip. Mungkin Cla akan memutarnya berkali-kali, berulang-ulang.

                Mereka kembali menuju vila. Tiba-tiba saja Ical merangkulnya. Tepat seperti ketika di Divi café malam itu. Jantung Cla kembali berdegup hebat. Jika Ical memperhatikan wajahnya. Mungkin pria itu akan tertawa karena wajah Cla yang memerah.

                “Gimana sama Aldi?” Tanya Ical tiba-tiba.

                “Gimana apanya?” Cla salah tingkah.

                “Masih berharap lo ya?” Ical kembali bertanya. Menuduh tepatnya.

                “Sok tau. Engga lah.” Bantah Cla.

                “Baguslah. Kirain masih.” Ucap Ical. Lalu terhenti dan melepaskan rangkulannya. Ical menemukan tumbuhan laut yang terdampar. Lalu mengembalikannya ke laut. Mereka kembali berjalan. Menyusuri pantai berkarang dan meninggalkan rumput-rumput nan lembut. Tiba-tiba saja Cla terjatuh. Karena menahan luka kecil di kakinya.

                “Engga apa-apa Cla?” Ical dengan sigap menangkap Cla. 

             "Engga apa-apa.” Cla kembali bangkit. Lalu kembali berjalan. Kali ini ini Ical menggandengnya. Mengenggam tangan Cla erat. Cla tersenyum diam-diam. Jikapun yang Ical lakukan tetap tak berarti apa-apa untuknya, Cla tetap merasa ini berarti.

                Sesampainya di villa sudah ada beberapa anak yang mengantri untuk menaiki banana bout. 

                “Yuk.” Ajak Ical. Cla terlihat ragu. Ia benar-benar takut. Tapi entah ada magic apa, ketika melihat wajah Ical Cla menjadi yakin.

                “Tapi lo jagain gue ya selama di sana.” Ancam Cla. Terlebih ketika ia melihat ternyata juga ada Aldi. Cla tau sekeras apapun Aldi menutup hatinya untuk Cla. Tapi laki-laki itu tak akan pernah membiarkan Cla terluka apalagi celaka.

                “ Iya.” Janji Ical.

                Mereka masing-masing mengenakan pelampung. Aldi  duduk paling depan tepat di depan Mery. Selanjutnya ada Rani duduk di depan Cla. Tepat di belakang Cla ada Ical dan Fauzan. Saat menuju ke laut, Ical nyaris seperti memeluk Cla dari belakang. Ia masih mengigil. Cla terdiam. Memperhatikan tangan Ical yang pucat memegang pinggangnya. Untuk sejenak ia menyadari satu hal. Saat itu ia lebih perduli dan ingin berada di dekat Ical. Di banding berada di dekat Aldi yang hanya beberapa centi dari tempatnya duduk. Rasa khawatir Cla hilang setiap kali ia berada di sisi Ical. Bahkan ketika ia merasa tersakiti oleh Pras dulu, Ical hadir dalam mimpinya berkali-kali. Mengganti gelisah menjadi rindu. Mengubah takut menjadi syahdu.

                Ical tidak berbohong. Di laut sana ia benar-benar menjaga Cla. Bahkan ketika bout menukik dan hendak jatuh, tangan Ical selalu siap memegangi Cla. Sampai Cla merasa benar-benar aman. Dan entah kenapa sejak saat itu ia selalu percaya. Bahwa ia bisa mempercayai Ical dalam kondisi apapun. Ia mengagumi Ical sebagai pria yang memegang janjinya.

                Hari semakin siang. Panitia sudah menghimbau mereka semua untuk bergegas pulang. Setelah mandi dan merapikan semua peralatan, semua berfoto bersama lalu berdoa dan masuk ke dalam bus hendak pulang. Awalnya Cla ingin duduk bersama Ical lagi. Tapi entah kenapa susunan kursi jadi berubah. Cla duduk bersama Yudha. Sedangkan Ical dengan Lio. Sesampainya mereka di depok, Ical turun lebih dulu. Ada ke khawatiran dalam diri Cla. Ia takut Icalnya akan berubah. Tak ada kata-kata apapun kecuali mata yang saling memandang karena khawatir. Hari itu, Cla telah meyakinkan hatinya. Bahwa telah ada seseorang yang mengobati luka-lukanya. Seseorang yang datang dengan sebuah harapan. Dan membuka pintu hati Cla secara perlahan. Cla takut mengakui ini, tapi ia mulai menyukai Ical. Cla takut jika ia akan kehilangan Ical. Seperti pada Aldi, atau bahkan pada Pras. Cla ragu jika rasa ini, hanya ia rasakan sendiri. Sedangkan bagi Ical, ia tak berarti apa-apa.

                Sepulang dari anyer, ternyata masih ada kegiatan nonton bareng di Divi café. Ical berjanji pada Cla untuk datang. Ical memang datang, tapi tepat sebelum babak kedua full time. Ical bahkan tidak masuk. Hanya menunggu di luar café.

                “Cie.. cie..” Beberapa teman yang melihat Ical dan Cla langsung menggoda.

            “Di cie cie in aja sih ngga apa-apa.” Jawab Ical. Cla tertawa. Semua masih Indah sampai Ical mengantar kerumah. Tiba-tiba Cla merasa minder. Ical bercerita tentang gadisnya. Yang tinggal jauh di Malang. Ia cantik, sedang menyelesaikan kuliahnya, ia pintar dan berhijab. Cla memang bukan siapa-siapa. Sepulangnya Ical dari sana Cla tiba-tiba merasa harus melihat dirinya ke dalam cermin. 

                “Gue bukan siapa-siapa.” Bisiknya pada diri sendiri.

          Semakin hari ternyata kasih sayangnya terus bertambah. Semakin ia mengenal Ical, semakin ia mengagumi pria itu. tapi juga semakin ia jatuh tenggelam dalam rasa takut. Ia terdoktrin dengan pemikiran bahwa Ical terlalu hebat untuk ia yang memang bukan siapa-siapa. Walaupun Ical masih tetap Ical. Yang tak perlu berjanji tapi selama ini ia menunjukan bahwa ia akan selalu bisa diandalkan.

             Ical adalah laki-laki yang memegang teguh janji. Pria yang memiliki komitmen tinggi. Ical tidak akan pernah mengubah keputusannya jika ia anggap itu prinsip. Ical yang pintar, Ical yang mandiri, Ical yang dewasa. Sekaligus Ical yang cuek dan tak akan menghunbunginya jika Cla tidak menghubunginya terlebih dahulu. apalagi setelah Cla membaca Blog Ical yang isinya benar-benar membuat Cla terkagum-kagum. Ical bahkan jauh lebih pintar dari yang ia tahu.

                Cla semakin merasa bodoh pernah mengharapkan Ical. Tapi ia benar-benar menyayangi Ical tulus bukan karena harta atau rupa. Hanya Ical. Bahkan jikapun ia bukan siapa-siapa. Hanya Ical yang duduk di tepi laut dengan tertawa yang hangat dan genggaman yang erat. Hanya Ical yang tanpa alas kaki berjalan di atas pasir dan merangkulnya menyusuri pantai.

                “Huft.. engga tau gue aneh.” Ketik Cla ketika berbincang dengan Ical lewat BBM.

                “Iya, lo emang aneh.” Jawab Ical.

                “Lho kok lo jadi ngatain gue aneh. Pokoknya lo gak boleh ngatain gue aneh. Cuma gue yang boleh.” Balas Cla. Ical tertawa.

                “Iya lo kocik.” Ledeknya.

                “Icaaaal, sama aja. Udah ya skip aja. Lupain.” Cla mulai merasa bodoh. Ia mengatakan apa yang tak harus ia katakan.

                “Lho.. ya ngga bisa gitu. Percakapan ini udah terlanjur ada.” Balasnya lgi.

            “Gue, ngerasa udah lo PHP-in.” Ungkap Cla. Seandainya bisa, ia pasti sudah menghapus kata-kata itu.

                “Lho PHP-in gimana?” Tanya Ical. Cla tertegun. Dalam hatinya ia mengumpat. Mencaci diri sendiri.

                “Yaudah yaudah Skip. Gue makin tengsin.” Cla mengelak.

                “Iya iya yaudah oke.” Ical mengiyakan. Cla benar-benar terdiam.

                Yang terfikir saat itu adalah,” I’m the looser one”.. selama ini ternyata Cla hanya merasa sendiri, jatuh cinta sendiri dan jatuh kedalam lukanya sendiri. Malam itu Clara memandangi langit-langit kamarnya dengan nanar. Tak begitu jelas. Ada air mata yang ingin keluar tapi coba ia tahan. Masih teringat dengan pesan singkat yang ia terima dari Ical tadi. Ada rasa sakit sekaligus benci pada diri sendiri bila diingat, ia telah berjanji pada dirinya untuk tidak akan membiarkan siapapun masuk kedalam hatinya. Tapi tidak untuk Ical. ia tak dapat menghalau rasa itu sedikitpun. Rasanya Clara ingin menghapus semua tentang Ical di ponselnya. Tapi tiba-tiba tertahan ketika ia melihat fotonya di tepi pantai bersama Ical. 

Hari itu Salam mengambil foto mereka dari belakang. Hanya tergambar dua punggung yang saling berdekatan menghadap laut. Berbincang dengan damai sambil memandang ombak.  Tak ada sesak dan peliknya hidup. Benar-benar damai disana. Tak ada siapapun. Hanya deru ombak, matahari dan Ical di sisinya.

                Tak lama kemudian Cla mendapati Ical membuat PM di Blackberrynya. “Gue hanya sedang ‘Mencari’” baca Cla perlahan. Seketika Cla mengusap air matanya. Tiba-tiba ia tertawa. "Anjrit, gue jatuh cinta." Bisiknya pada diri sendiri, lalu berfikir. Jikapun saat ini Ical memiliki rasa yang sama, ia tak memiliki apapun untuk di banggakan. Ia tak sehebat gadis Ical yang berada di Malang. Bahkan ia tak secantik Rani. Terkadang rasa yang tulus saja takkan cukup membuat Icalnya bangga. Jikapun bukan saat ini, mungkin nanti. Setelah ia menunjukan pada pria yang ia kagumi itu. bahwa cinta itu saling menguatkan. Cinta itu saling menyemangati. Cinta itu dewasa. Dan cinta itu memberi kedamaian.

                Ia teringat pada pembicaraannya dengan Ical siang itu di tepi pantai. Bahwa suatu hari, akan ada di mana ketika ia dan Ical duduk bersama, di puncak gunung dan memandang senja. Atau melihat matahari terbit dari peraduannya. Jika pun tak ada waktu baginya untuk menjadi kekasih. Tapi ia bangga pernah mengenal Ical dengan banyak hal yang di kaguminya. Ia akan selalu bahagia untuk pria yang dipandanginya siang itu. pria yang terlihat pucat di bawah matahari dan menggigil kerena dingin. Ical.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar