Minggu, 14 Desember 2014

Cerpen : Mr. Annoying



Seharian ini aku memperhatikan ponselku. Tak ada pesan darimu. Aku sudah mengharapkannya dari hari pertama aku memutuskan untuk terus mencintaimu bukan? Dan aku sudah tahu kau akan terus mengeras seperti batu. Selalu aku yang mengirimu pesan terlebih dahulu. Selalu aku yang menelpon kala ku rindu. Sedang kau? Membalas pesanku pun hanya seenakmu.
Tapi entah kenapa kadang kau seperti ada. Seolah kau juga memiliki rasa yang sama. Harapan palsu? Atau aku saja yang tengah bermimpi? Entahlah apa namanya. Aku hanya sedang mabuk. Dalam sebuah permainan cinta dan aku menutup semua mata. Semua telinga.
“Kalo nyuekin, nanti dibilang sombong. Kalo di tanggapin, dibilang PHP.” Ucapmu kala itu. ya aku paham. aku juga sudah memberi tahu hatiku sedari awal. Langkah kita berbeda. Jalan kita berbeda. Kita dalam jalur yang sama, tapi aku sudah jauh tertinggal. Ada jarak yang begitu besar. Entah apa namanya. Dan aku takkan pernah menyamai langkah itu. kecuali Tuhan tiba-tiba memberiku kaki yang panjang untuk berlari. Mustahil bukan?
Balas jasa. Seperti itu mungkin mekanismenya. Tapi aku berjasa untuk apa? Aku tidak pernah berkorban apapun. Atau hanya rasa iba? Setiap kali ada acara, dan kita selalu bersama. Apa yang kau fikirkan? Tengah berbaik hati hah? Sedangkan membiarkan rasaku terus membakar semakin hangus. Tau kah kau aku sedang meratap? Aku tengah menangis dan menghiba cinta sepenuhnya. Dan kau menikmati permainan ini sampai aku tamat oleh ratapanku sendiri.
Aku sudah tau itu semua. Aku sudah memberi tahu hatiku bahwa suatu ketika ia akan hancur. Mungkin ketika kau tetap kekeuh berlari mengejar wanitamu. Atau ketika justru kau menemukan sosok lainnya. Yang jauh lebih segalanya dari pada aku.
Jarak kita terlalu besar. Aku tau, ya aku tau. Kau tidak perlu memberi tahukan dengan semua caramu. Apa aku harus pergi? Apa menyerah begitu saja? Tapi kenapa rasanya begitu sulit. Bisa kau jelaskan sesuatu tentang rasa yang begitu rumit ini?
Kenapa kau? Kenapa aku? Kenapa selalu kalimat ini yang keluar ketika kau mulai menyebalkan? Bolehkah aku mencintai orang lain saja? Ya, ada beberapa yang memperdulikanku di luar sana. Mengusahakan segala cara hanya agar aku mau sekedar pergi menemani mereka makan atau nonton. Tersenyum seperti robot tanpa perasaan. Apa kau juga seperti itu padaku?  Aku bisa saja berlaku seperti itu pada mereka seperti kau padaku. Tapi aku tidak sejahat kau. Ya serba salah memang. Meladeni di bilang PHP, mengacuhkan dibilang sombong. Huft.
Sebentar lagi harinya. Kau berjanji akan menemaniku menambah usia di gunung bukan? Dan lawu adalah tujuan kita. Entah kenapa kau mau berbaik hati jauh-jauh menemaniku hanya untuk menambah umur di sana.
“Emang gue lagi pengen ke sana juga.” Jawabmu. Bisakah kau menghiburku dengan hanya berkata bahwa kau ingin menemaniku saja. Jadikan aku tujuan. Kali ini saja. Tapi bukan kau namanya jika tidak menyebalkan bukan?
Kesal. Aku melihat kau menghubungi teman-temanmu di twitter untuk mendaki. Katanya mau pergi denganku saja? Dan tanggalnya, kenapa 5,6,7 desember ? ulang tahunku kan tanggal 8.
“Oh jadi udah punya rencana sendiri.” Mentionku kesal. Hitungan menit, kau langsung menghubungiku lewat bbm.
“Jangan rese’ deh di twitter. Ini gue lagi ngusahain biar bisa pergi sama lo. Kita engga mungkin pergi berdua aja. Karena cuaca lagi kaya gini.” Aku membacanya seperti kau yang sedang marah-marah. Bukannya kesal membaca pesanmu, malah merasa bersalah. Maaf. Aku Cuma takut perjalanan yang aku idam-idamkan ini batal. Maaf.
Sejak saat itu, aku tidak pernah mau mengotak-atik namamu di social media. Tidak mau melihatmu marah seperti itu. aku jadi teringat Pras. Bukankah dulu ia juga tidak menyukai bila aku menyebut namanya di media social. Hmmmh haruskah aku merasa bodoh dua kali?
Sensitive. Akhir-akhir ini aku benar-benar sensitive. Beberapa minggu terakhir kita sama-sama tahu aku sedang dalam masalah bukan? Dan bila di ingat, aku beruntung kau bukan orang yang gampang terhasut lalu membenciku juga. Kau malah menemaniku. Membelaku. Dan nyaman rasanya bila kau sudah berkata bahwa aku aman. Seolah aku tidak membutuhkan apapun untuk menghadapi badai. Cukup aku berdiri di sisimu lalu semua akan selesai.
“Kita ke Pangrango, mandalawangi.” Ucapmu di telepon.
“Kenapa Pangrango?” Tanyaku penasaran.
“Terserah gue dong. Gue yang nentuin. Jadi pergi atau engga?” Ancammu.
“Iya.. iya..” Kataku memelas. Apa saja asal pergi. Tapi terakhir aku justru malah bersyukur. Mandalawangi. Bukankah itu tempat favorite mu? Ya, tempat paling kau sukai melebihi gunung manapun. Dan kau akan mengajakku ketempat yang paling kau sukai. Boleh aku merasa special? Setidaknya untuk menghibur diriku saja. Sebelum kau berubah menjadi menyebalkan lagi.
Tidak sabar rasanya, berada dalam satu perjalanan bersamamu. Berkeluh kesah dan bertahan. Aku ingin tau apa di sana kau akan tetap acuh seperti ini. orang bilang, gunung selalu jujur. Dia akan mengungkap kebenaran tentang jati diri. Apa aku akan melihatmu yang sebenarnya di sana? Atau kau memang akan terus menyebalkan seperti ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar