Minggu, 14 Desember 2014

Cerpen : YOU



Malam ini kepalaku terasa begitu berat. Migren, rasanya sudah sangat terbiasa dengan sakitnya.  Tapi makin  tidak enak disertai dengan mual dan kepalaku yang demam. Mag, migren, masuk angin, lengkap sudah. Cukup mengganggu di banding dengan rasa rindu yang memenuhi ruang hati sampai ke kepalaku. Mau pecah. Andai kau tau bagaimana rasanya. Andai kau tau apa obatnya. Temu.
Kau selalu saja protes bila aku sudah mengatakan bahwa aku rindu. Aku hanya tertawa dengan semua ungkapanmu. Mengibaratkanku seperti salah satu band yang vokalisnya memiliki rambut menutupi wajah. Kau selalu bisa membuatku tertawa sekaligus kesal di saat bersamaan. Kau selalu bisa membuatku rindu dengan sikapmu yang menyebalkan.
Malam ini rasa rinduku memuncak. Sedang apa kau? Pernahkah sekali saja kau mengingatku kala kau sendiri termenung dengan gitar kesayanganmu? Pernahkah kau membuat sebuah lagu seprti kau menciptakan lagu untuknya?
Ah dia, gadis itu. gadis berjilbab yang kau temui di matarmaja kala itu. gadis yang kau puja setengah mati karena keanggunannya. Gadis yang ku tau tak akan pernah ada gantinya.
“Sini lo aja curhat. Sama cewe lo yang di malang.” Kataku saat itu, di dalam tenda.
“Emang masih?” Sangkalmu. Aku tersenyum. Kufikir itu artinya kau sudah mulai melupakannya.
“Emang udah engga?” Tanyaku lagi. Penasaran.
“Gue mau fokus kerja dulu. Ngumpulin modal.” Jelasmu. Aku hanya bisa berkata “Oh” di dalam hati. Ya.. menghapus ia dari fikiranmu adalah seperti memindahkan sebuah gunung. Dan memperjuangkanmu adalah hal terbodoh yang pernah ku lakukan. Aku tau, aku sudah memikirkan ini masak-masak. Aku akan melupakanmu dan berhenti memaksa. Setelah perjalanan ini.
Tapi malam itu di dalam tenda, di antara gelap malam dan udara yang kian dingin. Kau memelukku sambil membelaiku lembut. Tepat di malam pergantian tahun saat usiaku bertambah. Tertidur di dadamu dan mendengar detak jantung yang berkejaran bersama nafas. Membuat udara terasa sesak dan memaksaku nadiku sejenak berhenti berdenyut. Bahkan ketika esok kau menemaniku duduk di puncak Gede. Menikmati awan yang tiba-tiba menjadi cerah. Aku masih merasa bahwa aku sedang bermimpi. Kado terindah yang kau persembahkan, adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Entah kenapa keinginanku untuk melupakanmu tiba-tiba hilang. Seolah aku kembali memiliki harapan.
Kembali pada malam ini. ketika rinduku memuncak dan kau tanpa kabar. Seperti biasa, aku mencari tahu kabarmu lewat social media. Twitter, path, dan sejenisnya. Tapi tak ada, kau menghilang. Mungkin tengah asik bercengkrama dengan sahabat-sahabatmu seperti biasa. Blog, ah ya.. sudah lama aku tidak membukanya. Mungkin kau menulis sesuatu yang baru.
Tapak Lebah. Ada sebuah postingan baru berjudul ‘Dia’. Perlahan ku buka dan ku baca kata perkata. Dia, tentang dia yang kau temui di Matarmaja kala itu. dia yang anggun, dia dan semua tentang dia. Dia yang cantik dan berhijab. Dia yang lembut dan semua angan indahmu tentangnya. Dia yang namanya tertulis jelas dalam hatimu. Dia satu-satunya motivasi dalam setiap perjalananmu. Lalu bagaimana dengan perjalanan kita kemarin? Apa kau masih berharap adalah ia di sampingmu? Bukan aku? Dan air mataku tumpah tak tertahankan pada satu kalimat di bait terakhirmu. “Dia, yang ku harap kelak dipanggil bunda oleh darah dagingku.”
Ku baca tulisanmu berulang. Setiap katanya terlihat semakin buram. Ada air yang hendak memaksa keluar. Sampai tak tertahankan dan tak dapat kuhentikan. Bagaimana bisa aku memaksakan takdir akan memihakku. Bagaimana bisa aku mengatur kapan dan bagaimana kau harus memilih aku saja. Mimpi ini terlalu tinggi. Bahkan untuk sekedar menemanimu menuntaskan setiap perjalanan. Memandangimu duduk di tanah karena kelelahan. Menyalahkan sebatang rokok dan bersandar pada carrier besarmu. Menyuapi sesendok demi sesendok spaghetti yang di buat di atas nesting. Memelukmu dari belakang dan bersandar pada punggung yang selama ini hanya ku pandangi. Aku terisak. Itu semua mimpi bukan?
Aku terus terisak hingga kantuk menyudahi sesakku. Aku terlelap dalam sebuah mimpi panjang. Kembali kepada masa ketika kau menjagaku dalam perjalanan, dan malam kala kau memelukku. Diantara dingin, dalam gelap malam. Saat badai datang dan udara menjadi suram. Bersama waktu yang ku harap kala itu mau berhenti walau untuk sejenak. Menyisakan waktu dan mengambil kau lagi kepada realita. Peradaban yang membuatmu tiada. Ternyata kali ini gunung berbohong kepadaku. Karena kau yang ku temui di gunung sana, kau yang manis dan tak sedikitpun menyebalkan, kau yang selalu menjagaku dan melindungiku dengan khawatir, adalah bukan kau yang sesungguhnya. Untuk kali ini saja gunung berbohong kepadaku. Tapi ku maafkan. Karena setidaknya aku tau harus kemana mencarimu yang seperti itu lagi. Ical.

"You did it again, you did hurt my heart i dont know how many times. oh you.. i dont know what you say. you've made me so desperately in love and now you let me down.." 
Ten 2 Five - You

Tidak ada komentar:

Posting Komentar